Menkes Siti Fadilah Supari membenarkan hal itu dan merasa tidak ada yang salah dengan permintaannya itu. Toh, keuntungan itu nanti dikembalikan pada rakyat untuk meningkatkan bidang kesehatan.
"Berpuluh-puluh tahun negara maju itu mendapatkan benefit mutlak dari penjualan vaksin-vaksin. Dan mendapatkan antara lain dari negara berkembang. Kalau sekarang, affected country itu meminta bagian dari keuntungannya," ujar Menkes Siti Fadilah Supari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama ini, lanjutnya, keuntungan dari pembagian virus, terutama yang dijadikan vaksin, tidak jelas siapa yang menikmati. Menkes menilai, keuntungan dari pembagian virus itu dinikmati sendiri oleh negara maju.
"Seperti perusahaan farmasi mereka. Dari mana bisa besar kalau nggak dari keuntungan itu," ujar ahli jantung dan pembuluh darah ini.
Menurut Menkes, virus merupakan sumber daya alam hayati Indonesia seperti halnya sumber daya alam yang lain. Jadi, virus itu harus dijaga dan ada nilainya jika dieksplorasi dan dieksploitasi.
"Vaksin itu mempunyai harga, uang, masak kita yang mempunyai sharing bahan baku kok tidak pernah mendapatkan keuntungan dari negara maju. Itulah kecurangan negara-negara maju," kata dia.
Keuntungan yang dibagikan ke negara berkembang itu, lanjutnya, akan dikembalikan ke rakyat yang bisa meningkatkan kesehatan masyarakat. "Tidak hanya Indonesia saja. Kalau virusnya itu dari Vietnam ya Vietnam yang dapat, kalau dari Filipina ya Filipina yang dapat," kata dia.
Sebelumnya, Menkes AS Michael Leavitt yang baru kembali dari lawatannya ke Indonesia, Singapura dan Vietnam mengatakan, dirinya telah bertemu Menkes RI Siti Fadilah Supari namun mereka gagal mencapai kesepakatan.
"Menteri Supari belum lama ini mengeluarkan perintah untuk melarang institusi Indonesia menyediakan sampel-sampel jaringan untuk NAMRU-2," kata Leavitt.
"Tindakannya jelas-jelas terkait dengan inisiatif globalnya untuk mencari benefit spesifik atas pembagian sampel," cetus Leavitt. (nwk/nrl)