"Pendapat saya, itu bukan hipnotis. Itu kejahatan intelektual tinggi," katanya dalam perbincangan dengan detikcom, Kamis (3/4/2008).
Pria yang kerap mengenakan pakaian serba hitam ini mengatakan, orang tidak mungkin dapat dihipnotis tanpa tahu dia akan dihipnotis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Romy mencontohkan, jika hipnotis segampang itu, mengapa para pelaku kejahatan itu tidak menghipnotis penjaga bank. "Kan di sana uangnya banyak, kenapa nggak ngerampok di sana saja," ujarnya.
Seperti diketahui, banyak korban kejahatan yang mengaku dihipnotis oleh bandit sehingga menuruti kemauan orang asing itu bak kerbau dicocok hidungnya.
Terbaru, terjadi di rumah mewah eks Kepala Pusat Pembinaan Mutu Konstruksi DPU, Anas Ali, di Ragunan, Jakarta Selatan.
Dua orang datang dan mengaku hendak membeli rumah bergaya mediterania itu setelah melihat iklan di surat kabar.
PRT yang menerima tamu itu mengaku dihipnotis dan mengambilkan uang dan barang berharga senilai Rp 2 miliar kepada dua tamu tersebut.
Sedangkan kasus kedua terjadi di Palembang. Istri seorang pejabat kehilangan Rp 19 juta dari rekeningnya setelah mendapat kabar menang undian Rp 20 juta. Dia mengaku dihipnotis lewat telepon.
Romy Rafael mengimbau polisi tidak percaya begitu saja pada pengakuan para korban.
"Polisi harusnya mencari bukti konkrit kalau itu hipnotis. Jangan hanya dari keterangan korban atau saksi saja," kata pria yang beken lewat acara Hipnotis di SCTV itu.
Menurut Romy, selama ini modus kejahatan yang konon dilakukan dengan hipnotis tidak pernah dibuktikan. Polisi, kata dia, hanya mengatakan menurut keterangan korban saja.
"Kesaksian korban bukan bukti nyata. Itu hanya keterangan dari satu sisi saja," tandasnya. (ken/nrl)