Dua tahun lalu, tepatnya tanggal 11 Pebruari 2006 pukul 10.45 WITA, sebuah pesawat Boeing 737 mendarat darurat di Bandara Tambolaka, Sumba Barat, NTT, setelah tiga jam berputar-putar tanpa arah. Namun, besoknya pesawat itu terbang lagi menuju Makassar tanpa izin, akibatnya tim Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tidak menjumpai pesawat itu untuk diselidiki.
"Ini contoh yang sangat fatal dari pelanggaran aspek safety dan disiplin," kata pengamat penerbangan Chappy Hakim dalam jumpa persnya di Jl Cipaku II/18, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (21/3/2008).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Inilah gambaran bahwa kasus Tambolaka jauh lebih parah dari apa yang diutarakan dalam hasil audit beberapa hari lalu," jelasnya.
Kenapa saat itu tidak dicabut izin penerbangan AdamAir? "Jawabannya, ada sesuatu yang salah dalam pengelolaan dunia penerbangan di Indonesia. It must be something wrong!" pungkas Chappy.
Dia juga menilai maskapai penerbangan yang kerap mengalami kecelakaan dan melanggar aturan harus segera ditutup. Sebab persoalan keselamatan dan kepatuhan penerbangan tidak bisa ditolerir lagi.
"Karena ada tiga hal penting di sini, menyangkut nyawa orang, nama baik pemerintah sebagai regulator dan harga diri bangsa dan negara," kata mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) tersebut.
Menurut Chappy, masalah safety (keamanan) dan disiplin atau kepatuhan pada peraturan tidak bisa dinegosiasikan, ditolerir atau dikompromikan. "Safety dan disiplin harus hitam putih, tidak ada warna abu-abu dalam kedua hal tersebut," tegas mantan Ketua Tim Nasional Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi (EKKT) ini.
(zal/mar)