Raja, Buaya, dan Palembang

Raja, Buaya, dan Palembang

- detikNews
Selasa, 11 Mar 2008 22:24 WIB
Palembang - Buaya bagi wong Sumatera Selatan bukan binatang asing. Sebagai daerah yang dipenuhi rawa-rawa dan dilewati banyak sungai, penampakan buaya merupakan hal biasa. Bahkan di kalangan masyarakat dikenal pula ilmu buaya. Yakni ilmu hitam, yang mana pemiliknya akan berubah menjadi buaya kalau sudah meninggal dunia.

Di tepian Sungai Musi, Palembang, banyak legenda mengenai buaya yang diceritakan turun temurun, salah satunya legenda buaya putih. Beberapa tempat yang diyakini tempat munculnya buaya putih adalah Sungai Ogan, tepatnya di bawah jembatan Ogan, Kertapati, Palembang. Munculnya buaya putih ini selalu menjadi pertanda akan terjadi bencana besar di Sumsel atau di Indonesia.Demikian juga warga di Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel. Mereka sangat percaya dengan legenda-legenda mengenai buaya. "Sebagian besar warga

Pemulutan percaya, nenek moyang mereka adalah buaya. Sebab ilmu buaya,  misalnya menjadi pawang buaya, banyak dikuasai masyarakat Pemulutan," kata Koharuddin (62), warga Kertapati, dalam perbincangan dengan detikcom, Selasa, (11/03/2008).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koharuddin menambahkan, banyak warga Pemulutan yang dapat berubah menjadi buaya jika masuk ke dalam sungai atau rawa. "Ini adalah ilmu hitam yang biasanya dikuasai para bandit," katanya.

Di masyarakat Palembang juga ada kisah menarik dari abad ke-16. Saat itu raja Palembang bingung bagaimana mengatasi buaya-buaya yang berada di Sungai Musi.

Buaya-buaya itu ganas dan dapat membuat warga terancam nyawanya. Lalu, sang raja mendatangkan seorang pawang buaya dari India. Dengan janji akan memberikan banyak hadiah, sang raja meminta si pawang menjinakkan buaya-buaya di sungai Musi. Buaya-buaya itu pun jinak. Si pawang pun menerima banyak hadiah.

Kemudian raja mengajak sang pawang ke daerah pedalaman yang banyak buayanya. Kembali pawang itu menaklukkan buaya-buaya menjadi jinak. "Coba kau buat buaya-buaya itu kembali menjadi ganas. Aku mau tahu bagaimana kehebatan  ilmumu?" kata sang raja.

Pawang yang sudah mabuk pujian itu kemudian membuat buaya-buaya itu menjadi
ganas. Ayam dan ternak yang dilempar ke sungai dengan cepat dimakan buaya. Dan, ketika si pawang lengah, seorang prajurit kerajaan Palembang mendorong pawang ke gerombolan buaya. Tak ayal si pawang itu mati dimakan buaya. Lokasi terbunuhnya pawang itu diperkirakan di pesisir timur Sumatera Selatan, seperti Pulaurimau, atau di kawasan Pemulutan.

"Kalau pawang ini tidak dibunuh, saya khawatir dia dapat mempermainkan kita. Atau, kalau dia tidak senang dengan kita, buaya-buaya di sungai Musi dibuatnya menjadi ganas lagi," kata sang raja.
Oleh karena itu, tidaklah heran, buaya di sungai Musi dengan buaya di daerah pedalaman Sumatra Selatan berbeda karakternya. Di sungai Musi tidak ada buaya yang bersifat ganas, meskipun saat ini sudah jarang terlihat, berbeda dengan daerah pedalaman yang terkenal dengan buayanya yang ganas-ganas.
(tw/bal)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads