Hal itu terungkap dalam tanya jawab majelis hakim yang diketuai Kresna Menon dengan saksi Yati di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (20/2/2008).
Yati mengungkapkan, pada tahun 2004 lalu, RSUD Garut membukukan keuntungan hingga Rp 7 miliar. Lalu, menurutnya, Agus selaku Bupati meminta kontribusi sebesar 10 persen dari angka itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bupati," sahut Yati.
Yati mengaku menolak meluluskan permintaan Bupati itu dengan alasan uang Rp 7 miliar itu milik RSUD. Lalu datanglah Kabid Keuangan Kabupaten Garut Anton Herianto menyampaikan hal senada, meminta jatah Rp 700 juta.
Jika belum disediakan, Anton akan memotongnya dari dana Gakin. Yati hanya diam saat itu. Yati pun beberapa kali menghubungi Anton menanyakan perihal dana Gakin untuk keperluan orang miskin berobat itu. Namun Anton selalu menjawab belum cair.
Nah, ketika diperiksa KPK, barulah Yati tahu bahwa dana Gakin sudah dicairkan Anton sebesar Rp 500 juta. Pencairan itu dilakukan tanpa sepengetahuan Yati.
Bagaimana tanggapan Agus Supriadi? Jelas lulusan Akmil ini membantah keras.
"Kami tidak tahu-menahu dengan dana itu. Kami tidak pernah menyuruh. Masak seorang bupati mengurusi rumah sakit? Banyak pekerjaan bupati yang lain," tegas Agus di hadapan hakim dan jaksa KPK M Roem.
Lalu ketua majelis hakim Kresna Menon langsung mengonfrontirnya dengan Yati. "Bagaimana saksi? Tetap pada pernyataan?" tanya Kresna.
"Iya," tegas Yati bersikukuh dengan keterangannya. (aba/sss)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini