Interpelasi Gung Liwang-Liwung

Interpelasi Gung Liwang-Liwung

- detikNews
Rabu, 13 Feb 2008 09:02 WIB
Jakarta - Interpelasi bergulir. Hak bertanya itu tidak dijawab langsung Presiden SBY. Beberapa menteri ditugasi menjawab, tapi jawabannya dianggap kurang memuaskan wakil rakyat. Akhirnya terjadilah aksi walk-out, yang memutus hakekat tanya dan jawab itu sendiri.

Bertanya dan menjawab sebenarnya sebuah persoalan sederhana. Itu jalur lumrah di arus komunikasi. Namun jadi rumit, karena yang bertanya tidak sekadar bertanya. Dan yang menjawab tahu, bukan sekadar jawaban yang diinginkan penanya, tapi ada politisasi dibaliknya. Bagaimana akhir tanya jawab yang tidak sekadar bertanya dan tidak sekadar menjawab itu?

Tanya jawab yang berubah menjadi benang kusut itu pernah terjadi dalam sejarah mitos. Khasanah filsafat Jawa mengenalnya sebagai 'sastra jendra hayuningrat pangruwat diyu'. Secara literer ungkapan itu bermakna tulisan pakem raja untuk keindahan dan kesejahteraan demi kesempurnaan. Atau bisa juga diartikan sebagai pengetahuan Ilahiah untuk hidup sempurna.

Ilmu ini amat sakti. Saking saktinya, sampai-sampai hewan yang mendengarkan akan berubah wujut menjadi manusia. Dan manusia yang mampu menguasai ilmu ini akan melambung derajatnya menduduki posisi sebagai dewa. Ilmu ini ilmu larangan. Tabu diajarkan. Mendatangkan 'petaka nikmat' tatkala terpaksa ditularkan.

Semua itu bermula dari sebuah pertanyaan. Dewi Sukesi, si cantik jelita dari kerajaan Alengka, suatu malam bermimpi tentang ajaran itu. Ketika puluhan pangeran berniat melamarnya, ia ogah menerima pinangan semuanya. Tak terkecuali lamaran Danareja, putera Begawan Wisrawa 'pemilik' ilmu itu. Dewi Sukesi rela disunting, jika calon suaminya itu bisa menjawab makna mimpinya.

Karena sudah tergila-gila pada Dewi Sukesi, Danareja merengek-rengek pada sang ayah. Ia ingin ayahnya menjawab pertanyaan Dewi Sukesi, agar ia bisa mengawini sang putri jelita itu. Danareja tidak bisa menerima alasan sang ayah yang menyebut ilmu itu tidak boleh diajarkan. Juga konsekuensi metafisis dari ilmu sempurna itu.

Namun demi anak, Begawan Wisrawa terpaksa mengalah. Ia tak tega melihat derita dan tangisnya. Dewi Sukesi pun didatangi. Disuruh bersuci, juga simpuh di kaki sang Begawan. 'Heningkan cipta, Sukesi. Tenangkan batin, dan biarkan mengembara di padang hampa. Sastra jendra bukan sebait pantun dan sekadar kata-kata. Dia adalah kehidupan keabadian, yang tiada tempat di dunia. Disana gung liwang liwung, tiada manusia, juga dewa. Sebab kekosongan adalah kesejatian. Sejatinya hidup.'

Ketika mantra itu telah menggema, kahyangan goyang. Batara Guru resah. Ia tahu sesuatu yang tidak pada 'maqom'nya bakal terjadi. Raja para dewa itu mencolek Dewi Uma, sang permaisuri. Bisik-bisik mesra merayap ke relung hati, dan birahi menjalar tidak terkendali. Pasangan itu hilang bentuk dari Mayapada, dalam kondisi diamuk dahaga nafsu.

Begawan Wisrawa masih memberi wejangan. Dewi Sukesi tekun mendengar. Tapi ketika Dewi Uma memasuki raga Sukesi, dan Batara Guru menyusup ke dalam jasad Begawan Wisrawa, maka yang tak boleh terjadi akhirnya terjadilah. Dewi Sukesi dirongrong birahi. Begawan Wisrawa lupa diri. Keduanya bergumul mesra. Bercinta. Jebol kesucian. Hilang kesempurnaan, dan sastra jendra berubah menjadi kutukan.

Begawan Wisrawa dan Sukesi adalah sketsa jika SBY datang menjawab interpelasi. Kalau itu terjadi, diprediksi terjadi destruksi dua pihak. Wakil rakyat akan kehilangan etika sebagai penanya, dan SBY kehilangan kendali sebagai penjawab. Jika sudah begitu, maka kisah Sukesi dan Wisrawa terulang. Bukan kebaikan yang dihasilkan, tetapi justru aib yang digeber habis-habisan.

Di balik kisah tak berkisah ini, rasanya kita perlu mengingatkan, agar wakil rakyat kita belajar santun, dan sang presiden belajar sabar. Toh kesantunan dan kesabaran itu bagian dari kebesaran jiwa dan ketulusan hati menata dan membangun negeri ini. (/iy)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads