"Ya mungkin kan sebelum dicekal, sebelum dinyatakan sebagai tersangka dia sudah berangkat ke luar negeri," ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, M Salim, di Gedung Bundar Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (8/2/2007).
Salim menjelaskan, permintaan cekal terhadap Tan Kian sudah dilayangkan Kejagung ke Departemen Hukum dan Ham (Depkum & HAM) pekan lalu. Hal itu dilakukan seketika setelah Tan Kian dinyatakan sebagai tersangka.
Salim merasa tenang-tenang saja Tan Kian berada di luar negeri. "Yang penting kan dia asetnya banyak di sini. Kita lihat saja seberapa kuat di sana kan?" imbuhnya.
Menurut Salim, aset Tan Kian tidak hanya Plaza Mutiara. Namun, dia enggan merinci apa saja aset yang dimiliki Tan Kian. Menurutnya aset-aset Tan Kian itu sedang diteliti Kejagung.
"Nanti pada saatnya perlu disita, ya di sita. Sekarang belum bisa sampaikan mana-mana asetnya," imbuh Salim.
Dugaan korupsi di PT Asabri bermula dari penyalahgunaan dana pensiun prajurit senilai Rp. 410 milyar di Bank BNI 46 cabang Jakarta Kota pada 1995. Dana tersebut digunakan pengusaha Henry Leo untuk membeli Plaza Mutiara yang terletak di Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
Sejauh ini, Kejagung telah melimpahkan perkara itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk terdakwa Henry Leo dan mantan Dirut PT Asabri, Mayjen (Purn) Subarda Midjaja. Sidang keduanya saat ini masih berlangsung di PN Jakarta Timur.
Belakangan diketahui, Henry Leo menggunakan dana PT Asabri untuk membeli Plaza Mutiara bersama Tan Kian. Padahal, plaza itu sebelumnya milik Tan Kian.
Untuk membeli sekaligus mengelola plaza itu, Henry Leo dan Tan Kian membentuk perusahaan bernama PT Permata Birama Sakti. Henry baru membayar US$ 23 juta dari kesepakatan awal sebesar US$ 25 juta. (irw/mly)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini