Mereka berdoa, mengalap berkah, di kelenteng tua yang dibangun berabad-abad silam itu.
Bagi sebagian orang, Jin De Yuan dikenal juga dengan Kelenteng Petak Sembilan, karena kelenteng ini memang berada di kawasan Petak Sembilan, Jakarta Barat. Kawasan Pecinan yang sangat terkenal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juru Bicara Kelenteng, Herman, menuturkan, pintu gerbang utama kelenteng ini berada di sebelah selatan dengan halaman sekitar 5 X 10 meter.
Di sebelah kiri halaman terdapat tiga kelenteng sekunder dan modern yaitu Hui Ze Miao (kelenteng untuk leluhur Hakka), Di Cang Wang Miao (kelenteng yang dipersembahkan kepada Raja Neraka) dan Xuan Tan Gong (yang dibangun untuk persembahan dewa pemberi kekayaan).
Meski kelenteng ini tidak seramai klenteng utama, tetapi puluhan warga Tionghoa bersembahyang dengan khusyuk.
"Semoga mendapat rejeki banyak di tahun Tikus Api," ujar A Tje (25) yang datang jauh-jauh dari Malaysia.
Setelah melewati halaman utama, ada lagi halaman kedua yang letaknya agak ke dalam. Halaman yang lebih luas dibandingkan halaman pertama ini dikhususkan untuk warga Tionghoa yang hendak beribadah.
Di muka kelenteng utama akan terlihat dua singa (Bao Gu Shi) yang berasal dari Provinsi Kwangtung di Tiongkok Selatan. Singa ini dibuat tahun 1812. Tepat di depan pintu masuk kuil utama, ada nekara ukuran besar yang berisi pasir untuk menancapkan hio yang telah dibakar, yang baunya menyeruak ke seluruh kawasan Pecinan di daerah ini.
"Semoga terhindar dari nasib buruk," kata Silvi (25) seusai menancapkan puluhan hio yang terbakar.
Gedung utama kelenteng bernama Kelenteng Jin De Yuan. Kelenteng ini dibangun kembali sesudah peristiwa pembantaian massal ribuan orang Tionghoa pada 14 November 1740 oleh penjajah Belanda.
Nampak ujung-ujung atap gedung induk dengan genteng yang melengkung keatas, dihiasi dengan naga-naga dan berbagai patung porselin. Pintu ganda utamanya dilukisi gambaran penjaga (Men Shen).
Kedua jendela bundar dari ukiran kayu yang tembus pandang melambangkan Qi Lin, binatang menakjubkan yang menyerupai kuda bercula satu. Binatang ini dianggap lambang keberuntungan yang luar biasa.
"Kalaupun akan dipugar, hendaknya jangan sampai mengubah struktur bangunan," kata Herman.
Layaknya Imlek-imlek sebelumnya, kuil utama ini pun kini bak tungku. Asap dari pembakaran hio dan dupa mengepul dari dalam ruangan. Enam kipas angin tidak cukup membuang asap yang terus mengepul menebarkan aroma mistis.
Ratusan pengunjung pun bercucuran air mata karena tak tahan menahan asap. "Ya, namanya Imlek. Semoga keluarga sejahtera," kata Weng Wei (53), jemaat asal Surabaya.
Masih di dinding depan kuil utama, nampak gambar timbul modern yang diletakkan di sebelah kanan dan kiri yang melukiskan burung phoenix dan naga.
"Ini menyimbolkan simbol kaisar dan ratu," kata Vera (23) mahasiswi antropoligi UI yang sedang mengerjakan tugas kuliah.
Adapun di dalam bangunan utama, terdapat patung San Yuan, Kaisar Tiga Dunia. "Patung Dewa Tao ini mungkin berasal dari abad ke-17," kata Herman.
Belum lengkap bangunan utama ini jika tak ada bangunan pendukung. Di sisi barat dan timur bangunan utama dikelilingi dengan bangunan lain.
Seperti pantauan detikcom siang ini, bangunan utama tersebut masih membubungkan asap beraroma dupa. Serta ribuan pengunjung datang dari berbagai negara seperti China, Malaysia, Thailand dan kota besar di Indonesia.
"Semoga enteng jodoh," kata Ling-ling, 21, mahasiswi sebuah universitas swasta ternama di Jakarta Barat.
(asp/umi)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini