Gelap masih menggantung di atas langit. Mata saya menerawang jauh. Menembus ke pintu Kabah. Mengingatkan saya pada kejadian 28 April 2006 silam. Dua tahun yang lalu itu saya mengikuti rombongan Presiden SBY menjalankan ibadah umroh.
Tawaf - mengitari Kabah 7 kali - saya jalani. Langkah saya tertinggal dari rombongan Pak SBY. Maklum postur tubuh Pak SBY yang tinggi kekar itu juga disertai langkah kaki yang lebar. Baru 4 putaran saya jalani, eh ternyata Pak SBY sudah 7 putaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sungguh, saya tidak siap. Berdebar-debar. Kaki memang dengan ringan menaiki tangga. Sesampai di dalam Kabah, suasana temaram. Ada lampu (semacam lampu emergensi dengan daya baterai) diletakkan di tengah. Selebihnya saya tidak melihat apa apa.
Kaki saya gemetaran. Tubuh saya gemetar. Tidak itu saja, di dalam Kabah, jiwa saya bergetar. Saya tidak bisa membayangkan perasaan saya. Untung saya masih mengingat wejangan dari Pak Menteri Agama, jika Allah mengizinkan kita memasuki Kabah, salatlah 2 rakaat, disunnahkan salatnya menghadap ke keempat penjuru.
Salat saya jalani. Namun bacaan Al Fatihah tak pernah bisa selesai dengan sempurna. Saya mesti menenangkan jiwa yang tergetar. Saya harus mengulang salat saya beberapa kali, sampai kemudian saya bisa dengan benar menjalankan salat.
Sebuah pengalaman luar biasa dalam hidup saya: Masuk ke dalam Kabah. Jiwa ini tergetar. (bdi/asy)