Benang Merah Tanpa Romusha, Malari dan Soeharto

Benang Merah Tanpa Romusha, Malari dan Soeharto

- detikNews
Minggu, 20 Jan 2008 20:17 WIB
Jakarta - Memperingati 50 tahun hubungan RI-Jepang, Persatuan Persahabatan Indonesia-Jepang (PPIJ) membuat sebuah dokudrama perjalanan hubungan diplomatik RI-Jepang. Tapi ada babak penting yang dilewatkan.

Film berjudul Benang Merah itu diputar di hadapan Presiden SBY dan Pangeran Akishino ada pembukaan perayaan Tahun Emas Hubungan RI-Jepang di TMII, Jakarta, Minggu (20/1/2008).

Adegan dibuka dengan pemandangan senja di sebuah wahana komidi putar sederhana. Kakek penjaganya meminta anak-anak yang usai bermain komidi putar segera pulang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat mengemasi komidi putar, Si Kakek mendapati ada seorang gadis kecil yang tertinggal. Gadis bernama Naomi dan asli keturunan Jepang rupanya tertidur di atas kuda-kudaan yang ia tunggangi.

Setelah dibangunkan, Naomi protes pada Si Kakek karena telah memotong mimpinya yang indah. Ia menuntut agar mimpinya tersebut dilanjutkan. "Mengembalikan mimpi? Bagaimana bisa? Apa caranya?," ujar Si Kakek.

"Pokoknya kembalikan mimpiku," rengek Naomi tidak mau tahu dan menolak turun.

Dengan sedikit putus asa, si Kakek memutar kambali komidi putarnya ke arah mundur. Ternyata cara itu berhasil. Naomi kembali tertidur dan mimpinya pun berlanjut.

Di dalam mimpi itu digambarkan Si Kakek dan Naomi berjalan-jalan ke sejumlah monumen penting di Jakarta. Si Kakek memaparkan kaitan monumen tersebut dengan sejarah hubungan RI-Jepang.

Uniknya komunikasi antara Si Kakek dan Naomi berlangsung dalam bahasa ibu masing-masing. Si Kakek dalam Indonesia dan Naomi menggunakan bahasa Jepang. Tapi toh bisa nyambung juga.

Narator film menuturkan hubungan dua negara dimulai setelah Jepang dengan kerendahan hati mengakui fakta hasil perang dunia. Yaitu dengan penandatangan perjanjian perdamaian RI-Jepang pada 19 Januari 1958.

Karena dimulai pada 1958, otomatis sejarah bahwa Jepang pernah 3,5 tahun menjajah Indonesia tidak termaktub di dalamnya. Termasuk fakta adanya praktek romusha dan jugun ianfu.

Sejarah lalu melompat ke era 70-an. Masa itu merupakan babak baru kerjasama di bidang ekonomi yang ditandai diterbitkannya paket kebijakan PM Fukuda untuk mendorong investasi di Indonesia pada 1977.

Kembali sebuah babak bersejarah hubungan RI-Jepang terlewatkan. Yaitu unjuk rasa besar-besaran anti produk Jepang pada 1974 yang dikenal dengan peristiwa Malari.

Kisah terus bergulir, dan berikutnya adalah giliran rekaman kunjungan pejabat dua negara ke Jepang dan Indonesia. Puncaknya adalah kunjungan Kaisar Akihito ke Indonesia pada tahun 1991.

Aneh sekali fakta Kaisar Akihito disambut dan diterima oleh Soeharto (presiden masa itu) tidak ditampilkan. Malah yang ada foto Ginandjar Kartasamita sedang mengantar Sang Kaisar menuju lokasi acara.

Film kemudian ditutup dengan adegan Naomi membangunkan Si Kakek dari tidur. Dua orang tua adik laki-laki Naomi yang mendadak muncul kemudian berpamitan karena esok hari kembali ke Jepang.

Sesuai misinya, film yang dipersembahkan pengusaha Rachmad Gobel ini berhasil menggambarkan betapa Jepang berperan besar dalam pembangunan Indonesia. Adanya fakta sejarah yang tidak dimuat, rasanya bisa dimaklumi mengingat konteks perkembangan terkini.

Pembukaan peringatan Tahun Emas RI-Jepang sore ini berlangsung meriah. Acara ditutup penampilan kolaborasi apik insrumen musik angklung dengan Tsugaru shamisen (kecapi Jepang) memainkan lagu-lagu pop Indonesia dan Jepang.

Usai acara pembukaan berlangsung resepsi di tempat sama. Pada kesempatan itu Presiden SBY dan Pangeran Akisino bersulang bersama para hadirin sebagai tanda syukur serta harapan atas terjalinnya hubungan RI-Jepang yang lebih baik.
(lh/bal)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads