Selir Pak Harto disebutkan bintang film terkenal di masanya. Kabarnya lagi, almarhumah Bu Tien sempat mengamuk. Konon kekesalan Bu Tien inilah yang melahirkan PP 10 Tahun 1983 tentang larangan PNS beristri dua.
Bagaimana Pak Harto menyikapi isu itu? Dalam bukunya, "Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya", penguasa Orba itu merasa perlu meluruskan isu tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tutut menyatakan pada sementara media - juga anak-anak kami yang lainnya saya kira - bahwa ia mengagumi keharmonisan hubungan antara ayahnya dan ibunya.
Kami - istri saya dan saya - memang sama-sama setia, saling mencintai, penuh pengertian dan saling mempercayai.
Saya ingat-ingat apa yang telah terjadi di tengah-tengah kami selama ini. Saya teringat akan pihak yang mencoba mendongkel saya. Terdengar issue yang menggugah saya untuk menjawabnya, untuk menerangkan yang sebenarnya.
Issue itu bertautan dengan komisi dan tender. Katanya, istri saya selalu menerima komisi dan menentukan kemenangan suatu tender. Seolah-olah rumah di Jalan Cendana itu, tempat tinggal kami merupakan markas besar untuk menentukan kemenangan tender dan komisi.
Sewaktu memberi sambutan pada HUT Kopasandha (Baret Merah) di Cijantung sekian waktu ke belakang, saya jelaskan yang sebenarnya, "Hal itu sama sekali tidak terjadi. Jangankan untuk memikirkan itu, untuk memikirkan kegiatan sosial saja waktunya sudah tidak mencukupi."
Ada lagi issue lain. Issue itu menyebutkan seolah-olah saya, Presiden RI, mempunyai selir atau simpanan seorang bintang film terkenal. Issue itu rupanya sudah lama beredar dan dibangkitkan lagi menjelang Pemilu 1982. Issue itu berkembang di tengah mahasiswa dan ibu-ibu. Padahal kenal dan jumpa pun saya tidak pernah dengannya. Issue-issue semacam itu cuma upaya buruk dari sementara pihak yang tidak suka pada saya. (halaman 534-535). (umi/sss)