Jauh sebelum kondisi mantan presiden ini memburuk seperti tahun ini, Cendana telah melakukan upaya-upaya untuk memikat hati rakyat. Pada tahun 2006 misalnya, Cendana tampil di depan publik dengan diwakili sosok Titik. Pada 20 Mei tahun itu, putri keempat Soeharto ini menyumbang Rp 100 juta kepada warga Desa Tanjung, Kecamatan Muntilan, Magelang. Saat itu Soeharto terbaring lemah di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) setelah Kejagung menyatakan akan kembali memeriksanya.
Belum satu bulan dalam tahun yang sama, wajah Titik kembali muncul. Pada 2 Juni, ia mengunjungi korban gempa. Uang yang dibawanya kian tebal, Rp 1 miliar. Uang diserahkan kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X. "Ini merupakan rasa keprihatinan bapak kepada Yogya dan Jawa Tengah. Walau dalam kondisi sakit, Bapak masih perhatian," kata Titik diplomatis usai memberikan bantuan.
Bersamaan dengan 'tebar pesona' yang dilakukan Titik, muncul pula sejumlah organisasi pendukung Soeharto. Sebut saja Ikatan Masyarakat Pecinta Soeharto (Imaha). Tidak hanya itu, spanduk yang berisi dukungan untuk Soeharto juga muncul di mana-mana.
Namun langkah Titik kemudian menjadi blunder setelah tampil sebagai presenter acara Piala Dunia. Penampilannya yang kaku dan canggung dikritik habis oleh pecinta bola. Maka Titik yang waktu itu seperti menggantikan peran Tutut sebagai juru bicara keluarga Cendana pun dinilai gagal. Masyarakat kemudian kembali menoleh kepada Tutut.
Perempuan berkerudung, dan murah senyum ini diakui banyak pihak sebagai orang yang paling tepat untuk memimpin trah Cendana setelah Soeharto. Dibanding adik-adiknya yang laki-laki seperti Bambang Trihadmodjo dan Hutomo Mandala Putra, citra Tutut memang relatif bersih.
"Tutut lebih unggul dibanding anak-anak Soeharto yang lain. Hasilnya akan kita umumkan tiga hari ke depan," kata Direktur LSI Denny J.A kepada detikcom.
Maka tidak heran bila dia kemudian digadang-gadang untuk maju ke kancah politik pada 2009. Bila benar Tutut akan terjun di panggung politik, dia akan berhadapan dengan anak-anak mantan presiden lainnya. Selain klan Soeharto, klan Soekarno dan Gus Dur juga sudah mempersiapkan putrinya. Gus Dur menunjuk Yenny Wahid. Megawati telah mengelus Puan Maharani.
Dibandingkan Yenny dan Puan, dari segi pengalaman, Tutut unggul pada pengalaman dan jaringan. Tapi Tutut belum memiliki kendaraan politik yang menyokongnya. Bila Puan memiliki PDIP dan Yenny dengan PKB-nya, tidak demikian dengan Tutut. Mantan Mensos ini tidak memiliki parpol resmi yang akan mengusungnya ke kancah politik.
Masalah parpol mungkin tidak akan terlalu menjadi batu sandungan Tutut. Bisa saja kemudian akan ada parpol yang menjagokannya pada Pilpres 2009. Hambatan Tutut yang lebih berat sebenarnya justru terletak pada masa lalu ayahnya.
Soeharto sebagai penguasa terlama negeri ini memang selalu menimbulkan pro kontra. Pendukungnya akan menonjolkan kebaikan dan jasa Soeharto. Sementara pihak yang menentang akan menyebutkan dosa-dosa Soeharto. Karena inilah nama Soeharto bagi Tutut ibaratnya pisau bermata dua. Di satu sisi, dia menguntungkan karena masih banyak pendukungnya. Namun di sisi lain juga merugikan, karena tidak sedikit pula yang membencinya.
Di saat Soeharto sakit parah dan kritis seperti sekarang, bisa saja pria yang berjuluk jenderal tersenyum itu mengundang simpati. Para pejabat dan mantan pejabat berduyun-duyun menjenguknya. Di beberapa daerah digelar doa bersama untuk mendoakan kesembuhan Soeharto.
Tapi tentu di sisi lain, tidak sedikit golongan masyarakat yang tidak akan lupa akan cacat kepemimpinan Soeharto. Misalnya kasus korupsi yang nilainya membuat Soeharto ditempatkan PBB sebagai pemimpin paling korup seduania. Tidak hanya itu, ada pelanggaran HAM di mana-mana yang diduga dilakukan Soeharto selama berkuasa.
Sebagian masyarakat bangsa ini tidak bisa dipungkiri memang ada yang merindukan kepemimpinan Soeharto sehingga mungkin akan mendukung Tutut sebagai penerus klan Cendana. Namun survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2006 memperlihatkan, mayoritas rakyat kurang berminat pada keluarga Cendana bila terjun ke dunia politik. Sebanyak 40 persen responden menyatakan Tutut dan Titik berkompeten menjadi orang yang kerjanya bagi-bagi bantuan alias sosial. Hanya 5 persen yang menyatakan klan Cendana cocok untuk kembali ke panggung politik. (ddg/iy)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini