"Munculnya fundamentalisme atau radikalisme ini diakibatkan oleh MoU sendiri yang mengatakan ajaran agama harus dilindungi. Beberapa waktu lalu Sekjen MUI Ikhwan Syam mengatakan MUI kan tugasnya bikin fatwa. Pendapat tersebutsaya bantah dalam tulisan saya yang akan terbit," ujar Gus Dur.
Gus Dur menyampaikan hal itu dalam acara Catatan Akhir Tahun Gus Dur di Hotel Santika, Jalan KS Tubun, Jakarta, Minggu (30/12/2007).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Contoh di Tasikmalaya, beberapa waktu lalu aliran Wahidiyah yang sebenarnya hanya kumpulan pembaca salawat, tapi oleh MUI setempat disebut sesat," katanya.
Padahal UU menjamin kebebasan berbicara dan kemerdekaan berpendapat. Menurut Gus Dur, orang sudah lupa Indonesia bukan negara Islam. Indonesia adalah negara nasional. "Jadi bubarkan MUI, dia bukan satu-satunya lembaga kok, masih banyak lembaga lain seperti NU, Muhammadiyah. Jadi jangan gegabah keluarkan pendapat," cetusnya.
Dalam refleksi akhir tahunnya, Gus Dur juga menyoroti soal utang pemerintah yang mencapai 600 miliar dolar AS. Persoalan utang ini dinilainya sebagai imbas globalisasi yang telah mengubah nilai-nilai dasar yang kita anut.
"Misalkan anak-anak kita sudah nggak mau lagi makan nogosari dan mendut (sejenis kue), maunya Kentucky atau Hoka-Hoka Bento, sehingga muncullah fundamentalisme yang menjawab globalisasi. Kalau negara-negara barat memaksakan idelogi mereka, kaum fundamentalis berbendapat mereka harus bisa memaksakan apa yang mereka anut, sehingga dalam hal ini kita harus bisa mencari orientasi pembangunan yang lebih benar," beber Gus Dur.
(umi/iy)