Wajar jika sejumlah kalangan merasa pesimis pernyataan Kapolda dapat dijalankan. "Tujuan larangan itu baik. Tapi bagaimana pelaksanaannya" kata pengamat kepolisian Kombes Pol (Purn) Bambang Widodo Umar kepada detikcom.
Keberadaan polisi di sejumlah diskotek atau hiburan malam, kata Bambang, memang tidak sepantasnya. Seharusnya, korps berbaju coklat ini memberi teladan kepada masyarakat. Dengan keberadaan mereka di diskotek tentu sangat terkesan glamour dan suka main perempuan.
Jadi sangat maklum, jika masyarakat kemudian bertanya. Dari mana polisi yang suka dugem itu mendapatkan uang? "Karena ongkos untuk bergaya hidup semacam itu tidak murah. Sedangkan kita semua tahu berapa sih gaji polisi," ujar Bambang.
Soal rendah moral sebenarnya sudah lama jadi sorotan. Namun sepertinya agak sulit untuk memantau etika polisi sekalipun ada Inspektur Pengawasan (Irwas) dan Profesi Pengamanan (Propam). "Terkadang penilaian Irwas dan Propam manipulatif, tergantung kelompok mana yang melanggar," jelas staf pengajar ilmu kepolisian pada pascasarjana UI tersebut.
Untuk itu, imbuh Bambang, perlu pengawasan eksternal bagi institusi kepolisian. Saat ini memang telah terbentuk Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas. Tapi sayangnya lembaga ini hanya bersifat sebagai penasihat. Jadi tidak menimbulkan efek jera bagi polisi-polisi yang "nakal".
Soal lemahnya penindakan bagi polisi juga dikatakan Ketua Presidium Police Watch Neta S Pane. Menurut Neta, pandangan masyarakat yang miring terhadap kepolisian karena kesalahan institusi itu sendiri. "Mereka tidak mau dikritik dan tidak tegas dalam menindak anggotanya yang melanggar," kata Neta.
Ia kemudian merujuk ucapan "tai kucing" yang terlontar dari mulut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto terkait hasil survei Tranparansi Internasional Indonesia (TII). Dalam survey yang dilakukan lembaga ini, Polri ditempatkan sebagai institusi paling korup di Indonesia tahun 2007.
Hasil survei TII yang dilabeli Global Corruption Barometer (GCB) ini, dirilis 6 Desember lalu. GCB adalah pendapat dan catatan pengalaman masyarakat tentang sebuah institusi yang meminta suap. Sayangnya hasil survei ini justru membuat marah Sisno. Ia kemudian mengancam akan memeriksa TII, yang dipimpin Todung Mulya Lubis.
Sikap keras Sisno dalam menanggapi kritik membuat beberapa kalangan menjadi pesimis dengan pernyataan Kapolda Adang Firman, terkait larangan dugem bagi anggotanya.
Padahal, kata Neta, banyaknya polisi yang dugem menjadi salah satu penyebab buruknya nama institusi kepolisian. "Kapolda harus benar-benar menjalankan apa yang telah diucapkannya. Jangan hanya bicara saja. Sebab ini menyangkut citra polisi," ujarnya.
Tapi di satu sisi ia mengatakakan instruksi larangan dugem ini akan sulit dijalankan. Alasannya, selama ini sudah cukup banyak operasi digelar untuk menciduk polisi yang dugem. Tapi hasilnya, masih banyak saja polisi yang masuk ke diskotek untuk ber'ajeb-ajeb'.
Kesulitan penindakan ini, kata Bambang, lantaran sistem di kepolisian yang amburadul. Belum lagi kepolisian merasa dirinya sudah yang paling benar. Sehingga bila ada anggotanya yang berbuat salah mereka akan berupaya menutupinya, bukan menindaknya.
Sampai berita ini diturunkan, Kepala Biro Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Syaiful Bahri saat dihubungi tidak mengangkat telepon genggamnya. Begitupun saat di SMS, ia juga tidak memberikan tanggapan. (ddg/iy)