"Kalau banyak orang tidak tahu arti rambunya, itu dari segi bahasa sudah salah," kata Dosen Sastra UI Ibnu Wahyudi kepada detikcom, Sabtu (15/12/2007).
Dijelaskan Ibnu, rambu-rambu lalin sebaiknya merupakan sebuah konvensi berbahasa yang tidak menimbulkan makna ganda atau ambigu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ibnu mengatakan, apabila rambu berbentuk gambar maka harus dikenal luas oleh pengendara. Sedangkan rambu berbentuk kata-kata, maka bahasanya harus dapat dimengerti oleh pengendara dalam hitungan detik, bukan hitungan jam atau menit.
Menurut dia, penggunaan rambu pun perlu dipertanyakan formal atau tidak. "Bisa saja rambu-rambu dibuat dasarnya bukan hukum, tetapi sekadar main-main makna yang dapat dimanfaatkan oleh oknum polisi. Itu berbahaya," kata Ibnu.
Untuk itu, lanjut Ibnu, Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta harus menyempurnakannya. "Perlu berkonsultasi ke ahli bahasa dan sosialisasi ke media massa," cetus Ibnu.
(aan/asy)