Guru Besar ilmu sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu meninggal pukul 00.45 WIB, Jumat (7/12/2008). Jenazah akan dimakamkan pada Sabtu 8 Desember di pemakaman keluarga Astono Kadarismanan, Bergas Lor, Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Sebelum diberangkatkan ke Ungaran, keluarga besar UGM akan melakukan penghormatan terakhir dan melepas kepergian sang begawan sejarah itu dari Balairung Gedung Pusat UGM.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penulis disertasi, Peasant Revolt of Banten in 1888 atau yang dilebih dikenal dengan Pemberontakan Petani Banten itu meninggalkan seorang istri Sri Kadaryati (80), dan dua orang anak Nimpuno (57) dan Roswita (53) serta tiga orang cucu.
Menurut salah seorang cucu Sartono, Nindityo, almarhum yang dilahirkan di Wonogiri Jawa Tengah 15 Februari 1927 itu sudah beberapa kali dirawat di RS karena usianya yang sudah lanjut. Sehari-harinya almarhum harus dibantu dengan kursi roda.
"Beliau sakit geriatri atau mengalami proses penuaan yang ditandai dengan gejala penurunan metabolisme tubuh, penurunan fungsi pernafasan. Beberapa bulan terakhir ini, sudah tidak mau makan," katanya.
Pesan terakhir Sartono adalah, dalam hidup seorang akademisi jangan seperti pohon pisang. Hanya sekali berbuah, setelah itu mati.
"Dalam mengembangkan ilmu itu, seorang akademisi itu harus berkarya selama hidupnya sehingga berguna dan dikenang serta harus bisa mesu budi," katanya. (bgs/djo)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini