Berburu Riyal di Gunung Cinta

Info Haji

Berburu Riyal di Gunung Cinta

- detikNews
Rabu, 05 Des 2007 15:30 WIB
Makkah - Jabal Rahmah adalah sebuah bukit batu yang tak seberapa tinggi. Letaknya berada di tengah Padang Arafah di Makkah. Setiap harinya ribuan orang akan menaikinya selama musim haji. Ada gula ada semut, ada obyek ada pula yang membidik peluang untuk mengeruk riyal dari kerumunan orang tersebut.
 
Jamaah, terutama dari Asia Tenggara, Turki dan Afrika beranggapan berdoa di tempat itu akan lebih mustajab terutama jika mendoakan keluarga dan orang-orang tercinta. Hal ini terkait dengan riwayat kembali bersatunya cinta Adam dan Hawa di tempat tersebut.
 
Riwayat menyebutkan Adam diturunkan di kawasan India, sedangkan Hawa di Jeddah. Setelah bertahun-tahun terpisah dan saling mencari, akhirnya di tempat inilah keduanya dipertemukan.
 
***
 
Secara kasat mata tak ada yang menarik tentang kondisi bukit tersebut. Tak bedanya Jabal Rahmah dengan gunung-bunung dan bukit-bukit di Arab Saudi lainnya yang berupa onggokan batu cadas. Yang membedakan hanyalah tugu batu menjulang yang dibangun untuk mengenang pertautan kembali cinta leluhur manusia itu.
 
Tapi memang orang berdatangan bukan untuk menikmati keindahan Jabal Rahmah, melainkan untuk berdoa. "Mendoakan orang-orang tercinta di tempat cinta leluhur manusia dipersatukan. Juga memanggil mereka agar Allah juga memanggilnya mengunjungi Baitullah di lain waktu," ujar Ali, seorang jamaah asal Indonesia, ketika bertemu reporter detikcom Muchus Budi Rahayu di puncak Jabal Rahmah.
 
Praktik ini sebenarnya dilarang oleh Pemerintah Arab Saudi yang berpaham Wahabi. Di kaki bukit dipasang tulisan besar dalam berbagai bahasa yang berisi imbauan agar tidak menaiki Jabal Rahmah karena tidak ada tuntunan ataupun teladan dari Nabi Muhammad untuk menaiki bukit itu selama berhaji.  Tapi tetap saja orang mendakinya.
 
***
 
Peluang pasar cukup besar itu segera dibidik oleh para pendulang riyal. Pemandangan yang selalu nampak di kerumunan orang di Jabal Rahmah adalah para lelaki yang menawarkan jasa mengabadikan gambar atau memotret. Salah seorang dari puluhan penjual jasa pemotretan itu adalah Abdullah Shadik.
 
Hampir semua fotografer itu bermodalkan kamera polaraid, kamera yang hasilnya cetakan dapat ditunggu dalam hitungan menit. Seperti telah bersepakat, harga awal yang mereka tawarkan juga seragam; 10 riyal. Namun pasti saja masih bisa ditawar hingga turun beberapa riyal, khas penjaja jasa maupun dagangan di Arab.
 
Ada banyak cara yang digunakan para fotografer ini untuk menarik orang mau dipotret. Ada yang menawarkan naik unta, ada yang menawarkan posisi paling strategis di samping tugu dengan sudut pandang paling menarik, ada pula mengarahkan gaya seolah-olah sedang khusyuk berdoa dan lain-lainnya.
 
Shadik punya cara sendiri bagi pengguna jasanya terutama jika orang yang dipotret adalah laki-laki. Shadik langsung memasangkan surban lengkap dengan kafiyeh (tali pengikat surban). "Ini pakaian khas Arab, biar serasi dengan obyeknya," ujarnya sambil tertawa ketika ditanya alasan menggunakan trik tersebut.
 
Shadik adalah seorang pemuda hitam berusia 29 tahun asal Nigeria. Dia mengaku pekerjaan utamanya adalah menjadi guru les bahasa bahasa Inggris untuk anak-anak di negaranya. Karenanya dia lancar berbahasa Inggris dan tentunya juga mampu berbahasa Arab.
 
Setiap musim haji dia bersama sejumlah teman senegaranya datang ke Arab Saudi untuk mencari uang dengan menjadi fotografer di beberapa tempat yang sering dikunjungi jamaah.
 
"Sudah empat tahun saya melakukannya. Lebih sering saya dan teman-teman berada di Jabal Rahmah ini untuk mencari uang sebagai fotografer," paparnya sambil menunjuk beberapa pemuda sebayanya yang sedang hilir-mudik menawarkan jasa pemotretan.
 
Jamaah yang datang silih berganti ke Jabal Rahmah memang bisa mencapai ribuan orang, namun penjual jasa foto seperti Rashid juga tidak sedikit. Meski demikian Shadik masih juga mampu meraup uang yang memadai.
 
"Setidaknya antara 50 hingga 70 gambar bisa saya dapat.  Kadang hingga 100 gambar. Jamaah dari negara Anda banyak yang kami ambil gambarnya. Mereka pintar menawar. Tapi sekarang banyak orang telah memiliki foto digital seperti Anda, sehingga tidak membutuhkan kami," keluh dia.
 
***
 
Pekerjaan yang dijalani Shadik dan teman-temannya bukan tanpa hambatan. Menurut penuturannya, seringkali jamaah segera menjauh begitu didekati. Menurutnya mungkin karena tidak paham bahasa yang dipakainya untuk menawarkan jasa, atau bahkan mungkin curiga Shadik dan teman-temannya akan berniat jahat.
 
Seringkali pula harus rela dikejar-kejar polisi setempat yang naik ke puncak bukit untuk mengusir mereka. Para askar ini datang untuk melarang orang-orang corat-coret di tembok tugu, membuangi kertas-kertas catatan dan gambar-gambar foto yang ditinggal jamaah di kaki tugu, serta mengingatkan agar tidak berdoa di tempat itu.
 
Selain itu juga melarang para fotografer melakukan aktivitas di puncak Jabal Rahmah. Jika diperingatkan tidak segera turun, kameranya bisa dirampas. Saat detikcom di Jabal Rahmah itu, beberapa kamera milik teman-teman Shadik dirampas dan dibawa turun polisi. Pemiliknya segera mengikuti langkah polisi tadi.
 
"Tapi jarang sekali kamera kami disita. Biasanya hanya dibawa lalu akan diberikan lagi di bawah bukit setelah diperingatkan agar tidak mengulangi lagi. Kalau tadi saya tidak sedang berbicara dengan Anda, mungkin kamera saya juga akan dirampas seperti yang lain," terang Shadik.
 
Foto:
Abdullah Shadik dan kameranya di depan tugu Jabal Rahmah.
(mbr/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads