Hal ini disampaikan pakar transportasi dari Universitas Sumatera Utara (USU) Filiyanti Bangun di Medan, Minggu (2/12/2007).
"Sistem CCTV-nya (closed-circuit television) sudah 6 bulan tidak berfungsi, tiga unit hydrant systems di depan terminal domestik tidak berfungsi," kata Filiyanti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasukan pemadam kebakaran Polonia yang merupakan alumnus dari Akademi Pendidikan Pemadam Kebakaran & Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Pesawat (PK & P3KP) di Tangerang yang biasanya berjumlah 15 orang untuk shift malam, kata Filiyanti, sepertinya tidak belajar dari peristiwa kebakaran pada 9 Maret 2006.
Menurut Filiyanti, setiap bandara internasional wajib memiliki divisi building-maintenance (BM) yang mengurus pemeliharaan alat-alat navigasi, sistem electrical Air Traffic Control (ATC) dan bangunan terminal penumpang, sistem keamanan dan kenyamanan terminal.
Filiyanti menjelaskan, rusaknya sistem CCTV sehingga tidak terpantaunya asap dan api, serta rusaknya hydrant systems mengindikasikan pemeliharaan itu tidak berlangsung dengan baik.
Hal ini berarti pengelola bandara tidak memenuhi hak para penumpang maupun maskapai penerbangan yang sudah membayar untuk biaya airport-tax, sistem radar, parkir pesawat dan sebagainya.
Filiyanti Bangun mengimbau, perbaikan harus diutamakan terhadap sistem pemadaman api pada bangunan dalam airport, seperti fire detection & alarm systems, fire hydrants, dan hose-reels dan fire-extinguisher.
"Dan yang tak kalah penting pelatihan yang regular bagi seluruh personel satuan pengaman dan pemadam kebakaran bandara dalam hal familiarisasi terhadap airport dan ketanggapan terhadap situasi darurat," pungkas Filiyanti Bangun.
(rul/mly)