Kasus Istri Hamil Ditendang Suami Masih Banyak di Tanah Air

Kasus Istri Hamil Ditendang Suami Masih Banyak di Tanah Air

- detikNews
Senin, 26 Nov 2007 13:55 WIB
Jakarta - Zaman boleh maju, namun ternyata pelanggaran terhadap hak-hak reproduksi perempuan masih kerap terjadi di Indonesia. Hal ini membuat miris Menneg Pemberdayaan Perempuan (PP) Meutia Hatta.

"Di berbagai daerah ada kekerasan terhadap perempuan. Istri yang hamil ditendang, anaknya keluar meninggal. Itu masih terjadi lho di banyak tempat, di pelosok-pelosok tanah air," kata Meutia.

Hal itu disampaikan dia usai workshop 'Partisipasi laki-laki dalam kesehatan reproduksi' di Hotel Sultan, Jl Gatot Soebroto, Jakarta, Senin (26/11/2007).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Putri proklamator kemerdekaan RI Bung Hatta ini mencontohkan, ada sejumlah pranata dalam perkawinan yang membuat pihak keluarga pria membayar mas kawin yang tinggi kepada keluarga perempuan. Akibatnya perempuan kerap menjadi sasaran kekerasan.

"Karena perempuan di sana dibayar dengan mas kawin tinggi, jadi dianggap boleh dipekerjakan sekeras mungkin. Itu tugas yang diberikan kepada perempuan dari keluarga suaminya," jelas Meutia.

Dia mengatakan, hal itu terjadi di Sumba, NTT. Di daerah itu, perempuan berkacamata ini mengaku pernah melihat langsung perempuan yang tengah hamil 8 bulan harus mengambil air yang lokasinya jauh di bawah.

"Turunnya mungkin nggak apa-apa, tapi naiknya kan bawa air. Itu terjadi dan saya lihat sendiri. Di Mentawai juga demikian. Saya pergi ke beberapa tempat, pengalaman riset dulu. Itu sampai sekarang masih ada," imbuhnya.

Dia menjelaskan, ada berbagai macam pelanggaran hak reproduksi terhadap perempuan. Misalkan perlakuan sewenang-wenang dalam relasi antara laki-laki dengan perempuan.

"Kalau ada kejadian (hamil di luar nikah), perempuan harus aborsi, kenapa tidak dicegah dari awal," cetusnya.

Meutia juga mengkritik kurangnya kesempatan perempuan untuk mendapatkan hak reproduksinya di lingkungan kerja, termasuk soal cuti hamil, cuti melahirkan, soal menyusui serta keberadaan pojok ASI.

Hal lain yang kerap terkesampingkan adalah seperti kesempatan melakukan KB sesuai keinginan. "Kadang-kadang mereka itu menderita karena tidak cocok. Misalnya ada yang tidak cocok dengan KB suntik," lanjutnya.

Menurut dia, perempuan harus mengubah pola pikirnya agar memiliki status yang setara dengan laki-laki. "Perempuan wajib dan berhak mengisi pembangunan sebagaimana lelaki, dan juga berhak menikmati pembangunan. Jadi fasilitasnya tidak hanya untuk lelaki, tetapi juga perempuan. Ini yang negara harus mempersiapkan," pungkas Meutia.
(nvt/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads