70 Persen Penderita Hepatitis B Akut Tanpa Gejala

70 Persen Penderita Hepatitis B Akut Tanpa Gejala

- detikNews
Selasa, 06 Nov 2007 06:37 WIB
Yogyakarta - Hampir 70 persen penderita infeksi hepatitis B tidak bergejala (anikterik). Akibatnya penderita tidak menyadari telah terkena dan baru diketahui sesudah penyakit berjalan lanjut atau akut.Di Barat, penyakit hepatitis relatif jarang ditemukan karena infeksi di dapat pertama kali pada masa remaja. Namun di Asia dan Afrika infeksi hepatitis B sebagian besar didapat saat lahir dan setelah dewasa dinyatakan positif menderita.Hal itu diungkapkan Prof dr Siti Nurdjanah MKes, SpPD-KGEH saat menyampaikan pidato guru besar Fakultas Kedokteran UGM di Balai Senat UGM, Senin (5/11/2007). Dalam acara itu, dia menyampaikan pidato berjudul "Hepatitis Virus B: masalah kesehatan global yang serius"."Infeksi akibat hepatitis B mengakibatkan 500 ribu hingga 1,2 juta kematian per tahun akibat hepatitis kronik yang berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati," kata dia.Dia mengatakan, hepatitis menjadi penyebab kematian nomor 10 di dunia. Biasanya pengidap Hepatitis B saat diperiksa darahnya terindikasi Hepatitis surface Antigen (HBsAg) positif. Akibatnya saat yang bersangkutan mencari kerja sering tidak diterima.Menurut dia, setidaknya di dunia sekarang tercatat sekitar 2 miliar orang di dunia telah terinfeksi dan 350 juta menderita hepatitis B kronik. Indonesia sendiri, disebutkan memiliki endemisitas sedang sampai tinggi. Prevalensi HVB di Indonesia bervariasi antara 2,5-20 persen dan menempati urutan ke-3 Asia yaitu berkisar 11,6 persen. Mataram dari 3.000 sampel darahyang di screening di PMI tercatat 6,7 persen HBs-Ag-nya positif."Data PMI Yogyakarta di tahun 2004 dari 805 orang yang mendonorkan darah 2,2 persen HBsAg positif," katanya.Dia mengatakan sebenarnya penderita hepatitis B akut bisa disembuhkan. Namun penyakit ini bisa berlanjut kronik yang berjalan secara pelan menjadi sirosi hati dan kanker hati. "Mereka yang mengidap seringkali tidak mengetahui karena tidak ada gejala klinis yang menyertai," papar staf pengajar Fakultas KedokteranUGM itu.Kasus yang di temui di Indonesia kata dia, ibu hamil berpotensi menularkan infeksi Virus Hepatitis B (VHB) ke bayi dan anggota keluarga lain. Oleh karena itu perlu penanganan yang terpadu baik dari pemerintah maupun masyarakat sendiri untuk menurunkan insidensi hepatitis B."Kontak seksual, penggunaan alat suntik pada pecandu narkoba, transfusi darah, pasien hemodialisis atau cuci darah, pemakai tato, tindik telinga, tusuk jarum, penggunaan pisau cukur atau sikat gigi bersama-sama, juga beresiko terkena hepatitis B," beber Nurdjanah.Dia menambahkan, untuk pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi daripada terinfeksi baru kemudian dilakukan pengobatan. Bila dilakukan pengobatan harus dilakukan secara efektif. Pengobatan mengunakan herbal atau jamu juga dapat dilakukan dengan minum temulawak. "Temulawak selain mencegah penyakit kuning dan pegal linu juga mencegah penyakit sendi sebagai anti inflamasi karena mengandung dua kelompok kandungan senyawa berwarna kuning golongan kurkuminoid dan minyak atsiri," sambung Nurdjanah. Pada akhir pidatonya, da menyarankan budaya untuk meminta suntik bagi seseorang yang memeriksakan diri ke dokter harus dihilangkan, terutama untuk kalangan pedesaan. Pemakaian tato yang jadi trend anak muda, penggunaan sarung tangan juga menghindari paparanmelalui luka."Screening HbsAg pada ibu hamil perlu untuk memutus mata rantai," pungkas Nurdjanah. (bgs/nvt)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads