Jakarta - Tuberkulosis (TB) dan HIV merupakan penyakit menular yang menyebabkan angka kematian yang tinggi. Ko-infeksi TB-HIV menjadi kendala besar dalam upaya penanggulangannya.Untuk itu diperlukan Kebijakan Nasional Kolaborasi Penaggulangan TB-HIV.Program TB dan HIV/AIDS umumnya dilakukan di klinik yang berbeda. Padahal TB dan HIV terkait erat."Sudah saatnya dokter dan perawat mencurigai pasien TB apa ada perilaku berisiko yang menunjukkan ko-infeksi dengan HIV," kata Manager Yayasan Spirita Chris W Green.Green menyampaikan dalam jumpa pers hasil lokakarya pembekalan bagi LSM tentang Penanggulangan Terpadu TB-HIV di Jakarta Design Center (JDC), Jl Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (2/11/2007).Sementara Direktur Penanggulangan Penyakit Menular Langsung Depkes Tjandra Yoga Aditama menjelaskan kolaborasi HIV-TB ini penting karena HIV meningkatkan jumlah kematian baru dan daerah dengan HIV yang tinggi, TB makin sering ditemukan.Menurut Tjandra, dengan kebijakan ini pasien TB yang dulu tidak dilakukan tes HIV, untuk sekarang perlu dilakukan. Begitu juga sebaliknya.Realisasinya dilakukan di rumah sakit dan pusat layanan kesehatan. Namun tahap awal penanganan kolaborasi TB-HIV ini dilakukan di rumah sakit."Untuk penanganan ARV (obat antiretroviral) untuk HIV memang kegiatannya banyak di rumah sakit. Pasien TB akan dilakukan pemeriksaan HIV, dan HIV diperiksakan TB-nya," urai Tjandra.TB merupakan penyebab utama kematian pada orang dengan HIV AIDS, begitu pula sebaliknya HIV menjadi faktor risiko terbesar dalam kasus TB laten menjadi TB aktif.Tjandra menjelaskan, berdasarkan data tahun 2005, jumlah penderita HIV di dunia per tahunnya 4,1 juta orang. Sedangkan penderita TB 8,8 juta orang, 628 ribu kasus diderita oleh orang dengan HIV AIDS (ODHA)."1,6 Juta kematian karena TB saja. Sedangkan TB pada ODHA mencapai 195 ribu," ujarnya.
(mly/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini