Kini Menyimpan Darah Tali Pusat Bisa di Jakarta, Cukup Rp 9 Juta
Minggu, 30 Sep 2007 16:29 WIB
Jakarta - Jangan buang tali pusat anak Anda. Karena darah tali pusat itu kini bisa disimpan dan dimanfaatkan di masa datang untuk mengobati berbagai penyakit ganas. Kalbe Farma menggandeng CordLife, perusahaan Singapura yang bergerak di penyimpanan darah tali pusat. Keduanya bergabung membentuk perusahaan joint venture dengan pembagian saham seimbang. Mereka membuka bank penyimpanan darah tali pusat pertama di Indonesia.Bank itu diresmikan oleh Menkes Siti Fadilah Supari pada Minggu (30/9/2009) sore nanti di kawasan Jl A Yani, Pulomas, Jakarta Timur. Dengan menyimpan darah tali pusat di bank ini, Anda bisa menggunakannya sewaktu-waktu untuk mengobati berbagai macam penyakit untuk keluarga Anda. Darah tali pusat bisa digunakan untuk mengobati berbagai penyakit seperti kanker darah, sindrom kegagalan sumsum tulang, kelainan darah seperti thalasemia, kelainan metabolisme turunan, defisiensi kekebalan tubuh, jantung, dan saraf. Manfaatnya hampir sama dengan darah dari tulang sumsum. Namun tingkat kecocokan darah tali pusat akan berbeda untuk setiap anggota keluarga. Darah tali pusat seorang bayi, memiliki tingkat kecocokan 50%-75% jika digunakan oleh saudara kandungnya. Sementara tingkat kecocokannya hanya 25%-50% jika digunakan oleh orang tuanya. Potensi pasar penyimpanan darah tali pusat di Indonesia sangat besar. Hal ini karena tingkat kelahiran di Indonesia yang cukup tinggi, mencapai 5 juta kelahiran per tahunnya. "Indonesia pasar yang menarik karena tingkat kelahirannya tinggi. Makanya kami tertarik buka cabang di sini," kata CEO Group CordLife Steven Fang Boon Sing dalam jumpa pers peresmian Bank Darah Tali Pusat di kantor Kalbe Farma.Selama ini kebanyakan masyarakat Indonesia menyimpan darah tali pusatnya ke Singapura dan Malaysia. Tapi kini bisa disimpan di dalam negeri. Harganya? Untuk proses awal yang terdiri dari pengambilan darah, pemrosesan, dan penyimpanan tahun pertama, Anda harus merogoh kocek Rp 9 juta. Sedangkan untuk penyimpanan tahun berikutnya, dibanderol seharga Rp 1,250 juta per tahunnya. Menurut Steven Fang, ini lebih murah ketimbang menyimpan di luar negeri karena harus ada dana pengiriman. Di Singapura misalnya, untuk proses awal dihargai 2.000 dolar Singapura dan 250 dolar Singapura per tahun untuk penyimpanan tahun selanjutnya. Dengan kapasitas 30.000 sel inti, CordLife Indonesia berharap bisa merangkul 10% dari pangsa kelahiran di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. "Memang butuh waktu untuk proses edukasi. Dan itu tidak mudah," katanya.
(lih/nrl)