Ketua DPP Penanggulangan Bencana PDI Perjuangan Tri Rismaharini mengaku ngeri saat melihat peta rawan bencana di wilayah Indonesia yang dikeluarkan BMKG. Dia meminta edukasi ke warga tentang kebencanaan diperkuat.
Hal itu disampaikan Risma dalam Seminar Mitigasi Bencana dan Pertolongan Korban di Jakarta International Equestrian Park, Jakarta Timur, Jumat (19/12/2025). Risma awalnya bercerita mengenai pengalamannya membantu evakuasi korban tertimpa reruntuhan Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur.
"Dari Sidoarjo itu saat nolong di Ponpes (Al Khoziny) itu, sudah tiga hari mereka nggak makan, saya ngomong sama ibu dokter, 'ibu itu kasih, mohon maaf saya nyebut merek, kasih aja pocari swet', masukkan selang-selang itu ke dalam," kata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas hal itu, para relawan dan dokter menyuplai makanan dengan menggunakan selang infus kepada korban. Kala itu para korban yang tertimpa reruntuhkan tidak bergerak karena tubuhnya tertimpa reruntuhan.
"Tadi aku lihat ibu dokter itu. Nah, di sana. Nah, dimasukkanlah selang infus itu, selang kecil-kecil. Betul ibu dokter ya? Dimasukkan, diminum itu anak-anak yang tertimbun reruntuhan itu. Dan selamatlah beberapa di antaranya," ungkap dia.
Di sisi lain, Risma sedih karena melihat satu per satu korban tewas di bawah reruntuhan. Sementara upaya evakuasi harus dilakukan perlahan agar meminimalisasi korban tambahan.
"Saya menyaksikan orang-orang ini meninggal satu per satu. Kita selamatkan dia, tapi kehabisan napas," ucapnya.
Mantan Menteri Sosial ini kemudian bicara mengenai kondisi Indonesia yang rawan bencana. Dia melihat hampir semua wilayah di Indonesia rentan terjadi bencana.
"Terus terang waktu saya menjadi Mensos, saya melihat ngeri juga apa peta tentang daerah rawan bencana yang dibuat BMKG. Ternyata hampir semua wilayah kita di Indonesia ini tidak ada yang lolos dari bencana," ujarnya.
Untuk itu Risma menyebut program seminar penanggulangan bencana penting untuk digelar. Upaya ini dilakukan untuk memberi pengetahuan kebencanaan bagi masyarakat.
"Terutama bagaimana kalau sudah tahu tempat kita rawan bencana, apa ya kita terus kemudian, misalnya aku pergi aja, aku pindah ke Amerika, masa ya begitu? Enggak kan? Jadi karena itu yang kita lakukan adalah bagaimana kita meskipun kita tinggal di daerah rawan bencana, kita bisa selamat. Apa itu mungkin? Itu mungkin," ucapnya.
Risma mencontohkan warga di Kabupaten Simeulue punya pengetahuan tanggap bencana. Dia menyebut di Simeulue hampir 3 jam terjadi gempa, tapi masyarakatnya tanggap.
"Saya pernah ke sana dan merasakan tiap jam itu gempa. Nah tapi kenapa di Simelu itu korbannya sedikit? Karena mereka punya kearifan lokal, saat terjadi bencana, itu kemudian terjadi gempa, mereka lari ke tempat tinggi," kata Risma.
"Sehingga saat tsunami Aceh, korban di Simeulue meskipun pusatnya sekecil di sana, itu korbannya sangat sedikit," imbuh dia.
(tsy/ygs)










































