Kementerian Kebudayaan menggelar Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2025 Tahap III. Penyelenggaraan AKI Tahap III ini mengusung tema Renjana Penggerak Budaya, melambangkan kobaran api semangat untuk terus memajukan kebudayaan Indonesia.
Bertempat di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Anugerah Kebudayaan Indonesia 2025 tahap ketiga yang digelar Rabu (17/12) kemarin merupakan puncak penghargaan yang diberikan untuk para pegiat budaya yang dibagi menjadi delapan kategori penghargaan.
Penghargaan itu di antaranya: Maestro Seni Tradisi; Pelestari; Pelopor dan/atau Pembaharu; Anak; Media; Masyarakat Adat; Sastra; serta Satya Budaya Narendra, penghargaan khusus Menteri Kebudayaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kategori media, penghargaan diberikan kepada Nopri Ismi untuk media Rumah Sri Ksetra, K. Sudirman, S.H. dari media Jaya Baya, dan Rina Prabawati dari media JTV. Rumah Sri Ksetra merupakan media asal Palembang, Sumatera Selatan berfokus pada pendokumentasian keberagaman budaya Sumatera bagian selatan, terutama yang berbasis ekologi dan masyarakat adat.
"Media Jaya Baya merupakan majalah asal Surabaya, Jawa Timur yang menggunakan Bahasa Jawa, menegaskan peran kebudayaan sebagai pilar penting pembentuk identitas dan jati diri bangsa. Sementara itu, media JTV yang berasal dari Surabaya, Jawa Timur menayangkan acara sekaligus merajut budaya dan tradisi agar tetap hidup," imbuh Kementerian Kebudayaan dalam keterangan tertulis, Kamis (18/12/2025).
Pada kategori anak, terdapat tiga penerima penghargaan, yaitu Aliya Sakina Murdoko, Adhyastha Swarna P. M., dan Janessa Shanne Putri. Aliya Sakina Murdoko berasal dari Malang, Jawa Timur, melakukan tafsir visual sesuai konteks zaman generasi Alpha (anak-anak milenium) atas Cerita Panji versi pemahamannya. Adhyastha Swarna P. M. yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah aktif berperan di bidang pedalangan, tari klasik gagah gaya Surakarta, tembang macapat, dan karawitan.
Sementara Janessa Shanne Putri yang berasal dari Depok, Jawa Barat merupakan pelajar sekolah dasar yang memiliki bakat di bidang tarik suara dan seni puisi yang berbakat, termasuk juara pertama kompetisi solo vokal tingkat Asia. Selain penyanyi, ia juga berprestasi dalam seni puisi dengan meraih juara tingkat kota.
Pada kategori masyarakat adat, penghargaan diterima oleh Baris Sitanggang merupakan penggiat Komunitas Adat Bius Sitolu Hae Horbo Salaon di Samosir, Sumatera Utara; Sutomo asal Probolinggo, Jawa Timur merupakan pegiat aktif di dalam mendampingi masyarakat Tengger dalam ritual keagamaan baik yang bersifat sakral maupun formal; Eko Warnoto, seorang Dukun Adat (Pandita) utama di masyarakat Suku Tengger.
Ada juga Bambang Sutrisno asal Bojonegoro, Jawa Timur merupakan pemimpin gerakan Samin yang melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda; serta Usif Raja Namah Benu asal Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur sebagai penjaga laku hidup Komunitas Adat Boti yang terkenal karena kesederhanaannya dan kepatuhannya pada tradisi leluhur.
Sementara itu, Kategori Sastra diberikan kepada tiga sastrawan dan penyair senior yang karya-karyanya telah memperkaya khazanah sastra Indonesia, baik melalui bahasa daerah maupun bahasa Indonesia. Apresiasi ini menegaskan peran sastra sebagai medium pelestarian bahasa, identitas, serta nilai-nilai kemanusiaan dan kebudayaan di tengah perubahan zaman.
Penerima kategori Sastra antara lain Godi Suwarna, dikenal sebagai penyair dan pengarang drama dalam bahasa Sunda. Melalui karya-karyanya Godi Suwarna berhasil membawa kekayaan bahasa dan kebudayaan Sunda ke dalam dunia sastra Indonesia.
Dalam konteks Bahasa, Godi Suwarna juga menjadi simbol pelestarian bahasa Sunda di tengah arus modernisasi yang kerap mengancam eksistensi bahasa-bahasa daerah; Sutardji Calzoum Bachri, Penyair Indonesia asal Riau yang dikenal atas kontribusinya dalam memperkuat posisi puisi Indonesia modern; dan D. Zawawi Imron, yang membangun kepenyairannya melalui pengalaman spiritual, budaya, dan bahasa ibu, yang hingga kini konsisten berkarya dan menjadi figur penting dalam sastra Indonesia.
Pada Kategori Pelopor dan/atau Pembaru, tujuh penerima diapresiasi atas inisiatif dan terobosan mereka dalam menghidupkan kembali, mendokumentasikan, dan mentransformasikan praktik budaya agar tetap relevan dan berdampak luas. Bidang yang diapresiasi meliputi budaya bahari, aksara Nusantara, dokumentasi adat, dongeng anak, seni tari tradisi, kritik seni rupa, hingga pengembangan seni budaya berbasis komunitas.
Penghargaan ini diberikan kepada Muhammad Ridwan Alimuddin, Didin Ahmad Zaenudin, Mustafa Mansur, Moch. Awam, Yusri Saleh, Agus Dermawan Tantono, serta Kampung Seni Tegal.
Kategori Pelestari diberikan kepada lima tokoh yang secara konsisten menjaga keberlanjutan warisan budaya melalui praktik langsung, pewarisan pengetahuan, dan regenerasi. Bidang yang diapresiasi mencakup batik tulis dan tenun tradisional, pengetahuan keris, musik tradisional, tenun Dayak, serta musik keroncong.
Para penerima dinilai berhasil menjaga keaslian nilai, teknik, dan filosofi budaya di tengah arus modernisasi. Penghargaan kategori Pelestarian dianugerahkan kepada Uswatun Hasanah, Ika Arista, Felix Edon, Yohana, dan Iswati Fersida.
Kategori Maestro Seni Tradisi diberikan kepada lima tokoh senior yang telah mendedikasikan hidupnya bagi seni dan budaya tradisional di daerah masing-masing. Mereka merupakan rujukan utama dalam kerajinan tradisi, seni tari, adat Dayak, seni Didong Gayo, dan sastra lisan Sunda.
Ketekunan dan pengabdian para maestro ini menjadi fondasi penting bagi keberlanjutan pengetahuan budaya lintas generasi, yang mana kategori ini diberikan untuk Tobani Rinyo Tiku, Siti Rahela, B. Blawing Belareq, M. Din, dan Sangkeh.
Adapun kategori Satya Budaya Narendra diberikan kepada tokoh-tokoh budaya yang memberikan dampak luas terhadap perjuangan, jasa-jasa dan hasil karyanya pada pemajuan budaya Indonesia. Apresiasi tersebut diberikan kepada Jaya Suprana, Pieter F. Gontha, I Nyoman Wenten, Sunaryo Soetono, Elvy Sukaesih, Ary Ginanjar, serta Anhar Gonggong.
"Melalui Anugerah Kebudayaan Indonesia, Kementerian Kebudayaan terus berupaya untuk memfasilitasi sekaligus mengakui tokoh-tokoh budaya yang telah mendedikasikan hidupnya dalam pemajuan kebudayaan. Anugerah Kebudayaan Indonesia diharapkan dapat menjadi katalisator yang memperkuat posisi pelaku budaya di daerah, sehingga memudahkan mereka mendapat dukungan publik, jejaring dan eksposur yang lebih luas," kata Kemenbud.
(anl/ega)











































