Ternate dikenal dunia sebagai penghasil pala. Di balik harum rempah khas itu, tersimpan kisah anak-anak yang sejak kecil menggantungkan hidup dari kebun pala, bahkan rela putus sekolah demi membantu keluarga.
Salah satunya adalah Almahdi Rahman (12), siswa Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 26 Ternate. Albert, sapaan akrabnya, hafal betul bau dan tekstur pala. Hampir setiap hari sebelum bersekolah, ia menggenggam buah kecil beraroma tajam itu, memasukkannya ke tas kecil di punggungnya, lalu menjualnya demi menabung.
"Topi ini dibeli pakai uang sendiri," ucap Albert sambil memegang erat topi hijau yang sudah robek di beberapa bagian, dalam keterangan tertulis, Kamis (18/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di usia yang baru dua belas tahun, Albert sudah memahami arti bekerja dan menabung. Uang hasil menjual pala ia kumpulkan untuk keinginan sederhana, membeli baju baru setiap Idul Fitri.
Albert tinggal di Kelurahan Kulaba bersama kedua orang tua, dua kakak, dan satu adiknya, di rumah sederhana berdinding papan dan beratap seng. Sebelum menjadi siswa Sekolah Rakyat, hari-harinya dihabiskan di kebun pala.
"Sehari-hari pergi ke kebun pala, buat cari duit," ujarnya.
Jika hasil panen sedang bagus, Albert bisa membawa pulang Rp 50 ribu sekali panen. Pala itu ia jual ke pengepul dekat rumah yang sudah lama ia kenal. Di luar waktu ke kebun, ia membantu orang tua mengangkat karung atau menyapu halaman. Waktu senggang dihabiskan bermain di laut, berenang, menyelam, hingga mencari ikan bersama teman-temannya.
Soal makanan, Albert tidak banyak menuntut. Ia telah terbiasa untuk makan apa saja yang ada. Namun ekspresinya berubah saat bercerita tentang Sekolah Rakyat.
"Makanannya enak. Lebih enak dari rumah. Ada susu, ada buah," katanya.
Ia mengenal Sekolah Rakyat dari orang tuanya. Kesan pertama langsung membuatnya betah. "Kamarnya lebih bagus dari di rumah. Ada layar (kipas angin)," tambahnya.
Di rumah, Albert biasa tidur satu kamar dengan adiknya. Orang tuanya sudah lama tidak datang menjenguk. Terakhir kali, katanya, pada minggu pertama sekolah.
"Kangen sama orang rumah," ucapnya lirih.
Meski begitu, suasana di Sekolah Rakyat perlahan mengobati rindunya. Ia punya teman-teman yang baik, guru-guru yang sabar, dan tempat belajar yang nyaman.
"Teman baik-baik, sering main bola, kadang main layangan juga," katanya.
Menjelang akhir percakapan, Albert terdiam sejenak. Matanya menatap halaman sekolah yang rindang. Dengan suara pelan, ia menyampaikan rasa terima kasih kepada orang-orang yang mengubah hidupnya.
"Terima kasih kepada guru-guru. Bapak dan Ibu Wali Asuh, Presiden Prabowo juga karena sudah memasukkan saya ke Sekolah Rakyat ini," kata Albert
Setelah meneguk air minum, Albert menepuk celananya yang berdebu dan bersiap kembali ke kelas.
"Abis ini mau belajar BTQ (Baca Tulis Quran), senang banget sekolah di sini," tutupnya sambil tersenyum lebar sebelum berlari kecil menuju ruang belajar.
Albert menjadi satu dari banyak anak yang mendapat kesempatan kedua untuk menata ulang hidupnya. Melalui program prioritas Presiden Prabowo , Sekolah Rakyat hadir sebagai jembatan pengentasan kemiskinan dari pelosok negeri. Dari kebun pala, dari laut Ternate, dari tangan-tangan kecil yang tak berhenti berjuang, harapan itu tumbuh kembali.
(prf/ega)











































