Wakil Menteri Lingkungan Hidup (LH) Diaz Hendropriyono memimpin delegasi RI dalam sidang United Nations Environment Assembly ke-7 di Nairobi, Kenya. Diaz mengaku kecewa lantaran resolusi yang diajukan Indonesia terkait pengelolaan ekosistem karst berkelanjutan tidak dapat mencapai konsensus dari negara-negara anggota.
Sidang ini diketahui merupakan sidang tahunan dalam organisasi PBB yang membawahi isu lingkungan hidup yang dikenal dengan United Nations Environment Programme (UNEP). Atas keputusan tersebut, Diaz mengungkapkan kekecewaannya dalam pidato yang disampaikan di depan seluruh perwakilan negara anggota yang hadir.
"Indonesia kecewa draf resolusi yang diusulkan Indonesia mengenai Ekosistem Karst tidak dapat mencapai konsensus setelah persiapan berbulan-bulan dan atas dukungan negara-negara anggota lainnya," ujar Diaz, dalam keterangannya, Selasa (16/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diaz menyatakan kurangnya fleksibilitas dan kemauan kompromi dari sebagian kecil negara anggota lain sebagai penyebab gagalnya resolusi ini diadopsi. Diketahui, beberapa negara anggota, menginginkan isu karst juga mencakup isu ketahanan air yang saat ini tengah panas.
Namun, banyak negara lain yang berpendapat bahwa resolusi ini cukup fokus pada isu utamanya, yaitu ekosistem karst.
"Walaupun kita bisa mencapai konsensus atas pentingnya karst bagi planet dan kebutuhan atas kerja sama internasional untuk melindunginya, terdapat konflik antar negara lain yang menghambat resolusi ini untuk mencapai konsensus," ujarnya.
Seperti diketahui, karst adalah bentang alam yang terbentuk dari pelarutan batuan seperti batuan kapur, dolomit dan gipsum oleh air sehingga menghasilkan gua, sungai bawah tanah, stalaktit dan stalakmit serta drainase permukaan.
Ekosistem Karst penting untuk dijaga karena berfungsi sebagai penyimpan cadangan air bersih dalam akuifer yang menjadi sumber air minum utama bagi seperempat populasi dunia serta sebagai habitat bagi keanekaragaman hayati yang unik.
Sidang yang diselenggarakan pada tanggal 8-12 Desember 2025 ini berhasil mengadopsi 11 resolusi internasional lainnya seperti Peningkatan Kerja Sama Pencegahan Kebakaran Hutan, Perlindungan Terumbu Karang, Penggunaan AI yang ramah lingkungan dan lainnya dari total 17 resolusi yang diajukan negara-negara anggota.
Selain membahas resolusi, dalam pidato nya, Diaz mengutip pidato yang disampaikan Presiden Prabowo pada Sidang Umum PBB ke-80 September lalu.
"Presiden Indonesia Prabowo Subianto telah menekankan pada Sidang PBB ke-80, 'Planet kita ada di dalam tekanan. Kerawanan pangan, energi, dan air menghantui banyak negara.' Dalam konteks ini, saya mengapresiasi tema UNEA-7 yang menangkap urgensi dari aksi kolektif dan merefleksikan realita yang kita hadapi," ujarnya.
Lebih lanjut, ia juga menekankan komitmen Indonesia dalam mentransformasikan ambisi global menjadi aksi-aksi konkret. Rangkaian kegiatan sidang UNEA-7 ini dihadiri oleh sejumlah kepala negara dan para menteri di bidang lingkungan dari 193 negara anggota PBB.
"Indonesia telah menyerahkan Second Nationally Determined Contributions dan National Adaptation Plan ke UNFCCC. Di saat yang bersamaan, pengelolaan sampah tetap menjadi agenda prioritas nasional dengan target 100% sampah terkelola pada 2029," katanya.
(azh/azh)










































