Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Sumatera Barat (Sumbar) sudah mengeluarkan peringatan dini terkait cuaca ekstrem yang bakal terjadi pada akhir November. Peringatan dini itu dirilis BMKG di Sumbar pada 21 November 2025 atau sebelum terjadinya bencana banjir dan longsor.
"Adanya peningkatan potensi pertumbuhan awan hujan tersebut berdampak pada meningkatnya peluang kejadian cuaca ekstrem yang dapat memicu bencana hidrometeorologi di Sumatera Barat, seperti banjir, tanah longsor, banjir badang, genangan, angin kencang, petir/ kilat dan jalan licin. Dengan melihat kondisi tersebut, perlu ditingkatkan kesiagaan terjadinya potensi bencana hidrometeorologi di kabupaten/kota di Sumatera Barat yaitu Padang Pariaman, Pariaman, Padang, Pesisir Selatan, Sijunjung, Kepulauan Mentawai, Pasaman Barat, Agam, Tanah Datar, Solok, Dharmasraya, Solok Selatan, dan Lima Puluh Kota," tulis rilis dari BMKG saat itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Padang Panjang, Suadi Ahadi, membenarkan soal peringatan dini tersebut. Peringatan dini itu juga, kata dia, telah direspons oleh Pemprov Sumbar dengan penetapan status tanggap darurat bencana alam.
"Pemprov Sumbar sudah merespons dengan baik tanggal 25 mengeluarkan tanggap darurat," kata Suadi.
Tanggap Darurat Awal Diteken Wagub Sumbar
Dalam surat Pemprov Sumbar bernomor 360-761-2025 yang didapatkan detikcom, status tanggap darurat itu terhitung mulai 25 November sampai 8 Desember dan dapat diperpanjang atau diubah sesuai kebutuhan. Surat itu diteken oleh Wakil Gubernur Sumatera Barat Vasko Ruseimy.
Sehari kemudian pada 26 November, lewat surat yang ditandatangani oleh Gubernur Sumbar Mahyeldi, Pemprov Sumbar mengajukan permohonan operasi modifikasi cuaca. Baru kemudian modifikasi cuaca dilakukan BNPB dan BMKG pada 29 November.
Suadi Ahadi menjelaskan modifikasi cuaca yang dilakukan mampu untuk mengurangi efek badai, namun tidak bisa menghentikan. Selain itu, kata dia, modifikasi cuaca juga hanya bisa dilakukan ketika badainya sudah landai.
"Jadi, modifikasi cuaca itu tidak bisa menghalau badai. Tidak bisa menghalau badai. Yang bisa adalah mengurangi efek dari badai tersebut. Dan kita bisa terbang, hanya bisa terbang ketika badainya sudah berkurang. Kalau kita terbang maksakan diri, yang hilang adalah pesawat-pesawatnya. Hilang semua. Nambah korban baru," ujar Suadi.
Suadi menjelaskan setelah informasi peringatan dini itu dirilis, dia melihat berbagai elemen merespons dengan baik peringatan tersebut. Mulai dari komunitas kebencanaan hingga Pusdalops BPBD menindaklanjuti informasi tersebut.
"Kami sudah merilis ke Pemprov dan Pusdalops, Pak. Pusat Pengandali Operasi BPBD seluruh Sumatera Barat. Jadi kami merilis itu, Pak, ke Pemprov, ke Pusdalops, bahkan ke komunitas-komunitas, Pak. Komunitas kebencanaan, bahkan ke sosial media yang kita punya. BMKG Stakeholder, BMKG Sumbar, BMKG Media, semuanya yang terekam dalam kami, masuk dalam WA Group kami, kami sampaikan," ujar Suadi.
"Ketika terjadi BMKG mengeluarkan rilis. Semua segera. Mereka melakukan tindak lanjut monitoring sungai. Itu komunitas, Pak. Di komunitas, ya. Di komunitas, di pusdalops BPBD, saya lihat, di grup. Itu mereka monitoring sungai," sambung dia.
Namun, kata Sudi, yang menjadi permasalahan adalah curah hujan yang sangat dahsyat. Dia menyebutkan curah hujan saat itu seperti curah hujan setahun diselesaikan dalam tiga hari.
"Nah, responsif itu, kemampuan mereka itu tidak dibarengi dengan ancaman bencana yang sangat mahadahsyat yang kemarin. Nah itu pelajaran bagi kita. Walaupun kita siap, tapi ternyata kemampuan manusialah yang terbatas," ujar dia.
Simak juga Video Bibit 91S Diprediksi Jadi Siklon Tropis Bakung, Masyarakat Diminta Waspada











































