Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menegaskan pentingnya peta jalan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan kerja sama antar negara untuk mempercepat transisi energi sekaligus menjaga posisi Indonesia di pasar karbon regional.
Hal ini dia sampaikan dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan untuk membahas penataan Sistem Registrasi Unit Karbon (SRUK) sebagai fondasi pasar karbon nasional.
Diketahui, SRUK sendiri akan menjadi sistem resmi pemerintah untuk mencatat, memverifikasi, dan melacak seluruh unit karbon dalam perdagangan karbon Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Indonesia berada pada posisi istimewa sebagai negara dengan potensi serapan karbon alami terbesar di dunia, mulai dari hutan, gambut, hingga mangrove, disertai sumber daya EBT yang melimpah dan kapasitas penyimpanan karbon bawah tanah yang sangat besar," kata Eddy dalam keterangannya, Rabu (10/12/2025).
Eddy menegaskan percepatan investasi EBT hanya mungkin terwujud jika Indonesia memiliki peta jalan nasional yang terukur, kolaboratif, dan sesuai standar internasional.
Ia menekankan penyusunan peta jalan tersebut harus menjadi agenda prioritas untuk menjamin kepastian regulasi, memilih proyek yang memenuhi metodologi internasional, serta menyiapkan mekanisme fast-track approval agar Indonesia tidak kehilangan peluang di pasar karbon regional.
"Tanpa peta jalan yang solid, Indonesia berisiko kehilangan momentum sebagai pemasok kredit karbon EBT bersertifikat di kawasan ASEAN, karena window of opportunity sangat sempit," lanjutnya.
Doktor Ilmu Politik UI ini juga menyampaikan beberapa langkah kunci yang mendesak dilakukan pemerintah dalam upaya penataan pasar karbon nasional. Pertama, menurut Eddy, diperlukan Penyusunan Peta Jalan Article 6.2 untuk EBT dan CCS
"Peta jalan ini harus memuat target kuantitatif, kepastian aturan, serta proses seleksi proyek yang memenuhi standar high-integrity carbon markets," ungkapnya.
Langkah berikutnya adalah membentuk Joint Technical Working Group (JTWG), yakni kelompok kerja bilateral yang bertugas menyelesaikan hambatan teknis secara paralel dengan diplomasi, sehingga dapat mempercepat implementasi transaksi karbon.
Rakortas tersebut dihadiri Utusan Khusus Presiden Bidang Energi dan Iklim Hashim Djojohadikusumo, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, serta Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu.
(akd/ega)










































