Pengalaman Menyita KTP/SIM/STNK Penabrak
Senin, 03 Sep 2007 16:23 WIB
Jakarta - Meski tidak dibenarkan hukum, tampaknya "menyita" sementara SIM dan STNK penabrak sudah menjadi tradisi yang dilakukan para korban tabrakan, seperti yang dilakukan Munarman.Berikut pengalaman sejumlah pembaca detikcom, Senin (3/9/2007):Abidin ZubedSekadar sharing pengalaman. Pada awal bulan Agustus kemarin seperti biasa saya pergi ke luar kota bersama keluarga dengan mobil pribadi. Berangkat sore dan balik besok lusa, pagi-pagi sekali. Jalur yang saya lewati pun biasa sampai hafal di luar kepala semua lubang maupun "noda" di jalan. Nah, pada pagi hari sewaktu akan pulang balik mungkin bisa dibilang nahas atau musibah, mobil saya disenggol oleh sebuah truk pengangkut es batu. Saya kaget sekali. Karena kejadiaanya sangat cepat dan diluar dugaan. Saya berada di jalur pinggir kiri, lagi menunggu di belakang sebuah sepeda, truk tersebut mau belok kanan. Belum sampai mobil saya jalan, kepala truk tersebut sudah menyentuh pintu sebelah kanan mobil saya, dan karena saya juga dalam keadaan jalan pelan, akhirnya semua bagian kanan mobil saya pesok total. Saya langsung berhenti di tengah jalan, yang kebetulan sudah ramai sekali dengan kendaraan untuk mengantar anak sekolah. Saya tetep cuek meskipun di klakson terus menerus. Saya turun, langsung saya hampiri sopir truk tersebut. Saya tanya secara baik-baik. Sopir tersebut masih dalam keadaan kaget, menjawab kalau habis melekan dan belum sempat tidur sama sekali. Saya minta sopir tersebut untuk langsung meminggirkan truknya. Saya putar balik kendaraan saya, saya meminggirkan di depan truk. Sopir masih tetep pada pendirian kalo benar dan tidak mau mengganti biaya perbaikan. Kebetulan ada kakak saya yang berada di sebelah kanan (duduk di belakan sopir) yang tahu persis kejadian tersebut, ikut bicara kalo posisi mobil saya di sebalah pinggir marka, dan kepala truk sudah berada di sebelah kanan marka (yang seharusnya untuk arus kendaraan berlawanan). Saya minta SIM, STNK serta buku KIR. Sopir truk tetep ngotot tidak mau memberikan. Saya mengikuti apa yang dimaui dia, saya telp polisi. Setelah mau tersambung dengan polisi, si sopir mengalah, mau memberikan KTP, STNK dan buku KIR. Saya dari awal tidak berniat untuk meminta sita kunci truk. Saya berikan kartu nama saya. Pulang ke tempat masing-masing, hari itu juga mobil saya taruh di bengkel, serta estimasi biaya. Sebelumnya saya photo semua bentuk pesok-pesok di mobil saya. Biar ada "kenangan" meski sedikit pahit. Besoknya bos yang punya truk telp sedikit marah-marah, katanya saya tidak berhak untuk menyita SIM STNK dan buku KIR. Saya tanya balik apa perlu kita proses polisi juga? Akhirnya sedikit melunak, saya sampaikan biaya yang harus saya keluarkan. Negosiasi yang sangat melelahkan. Akhirnya bos serta sopirnya mau menanggung penuh ongkos bengkel. Dan saya harus mengalah tidak bisa memakai mobil sekitar 9 hari. Ratna SoehoedKejadiannya sudah sekitar 4 bulan lalu. Saat itu sore sekitar jam 16.00 kami (suami dan saya) mengendarai Opel Blazer melewati terminal Senen. Ada sebuah Kopaja warna hijau yang sopirnya seenaknya mengangkut penumpang di tengah jalan dan tanpa melihat sebelah kanan, di mana posisi mobil kami berada, Kopaja tersebut langsung melajukan mobilnya.Terjadilah senggolan, spion kiri mobil kami hancur. Beruntung ada polisi waktu itu dan polisi tersebut hanya membantu menepikan mobil kami dan bus tsb. Tidak membantu lebih jauh dari itu. Si sopir bus hanya mewakilkan salah 1 awaknya untuk mengurus masalah tsb, dan si sopir dengan cuek melaju terus menuju Rawamangun. Sialnya, si awak bus yang usianya 25 tahun ini tidak mempunyai identitas apa pun untuk digunakan sebagai jaminan. SIM tak punya, KTP telah dijaminkan kepada orang lain yang punya kasus dengan bus tersebut. Merasa kecewa, kami dan awak bus tsb ngebut mengejar sopir bus menuju Terminal Ramawangun. Dari awak bus tersebut diketahui, bahwa kejadian senggol menyenggol antara bus tersebut dengan kendaraan lain sudah yang ketiga kalinya di bulan tersebut, yang parah adalah cerita si awak bahwa mata sopir sudah rabun. Gila, sopir rabun masih dipercaya megang kemudi! Sampai di terminal Ramawangun, suami saya marah-marah dengan sopir tsb atas tindakannya yang merugikan kami, dengan santai dan tanpa permintaan maaf sopir bus anyg mungkin berusia hampir 50 tahun tsb menjawab, "Lapor aja ke bos saya Pak, biar diganti sono." Diganti oleh bos berarti gajinya dipotong sebesar biaya kerusakan. Parahnya (entah si sopir jujur atau tidak), ketika suami saya minta SIM, dia bilang "ada ama polisi", ketika ditanya STNK, dia jawab "ada ama polisi", dimintai SIM jawabnya "nggak punya!", hanya kartu anggota Kopaja yang dia punya. Karena kesal akhirnya suami saya mengambil kartu yang sudah lusuh tersebut. Dari pengalaman tersebut akhirnya kami berpendapat, sebaiknya jangan bermasalah dengan sopir kendaraan umum, sudah nggak ada tanggungjawab, malah bikin dongkol plus sakit hati. Ruginya berlipat-lipat.MuhadiSaya pernah 4 kali ditabrak. Tabrakan pertama terjadi di dekat pertigaan Rawa Belong sekitar tahun 1993 dan mobil saya baru 2 tahunan, ditabrak motor. Pengendaranya seorang okum tentara, e malah saya yang diomelin.Begitu saya keluarkan kartu hijau yang ditandatangani seorang jenderal dari kantor Sekretariat Wapres, dia diam dan minta maaf dan tidak mau bertanggung jawab memperbaiki cat mobil saya yang lecet. Saya maklum dan tidak menuntut apa-apa karena ybs sudah minta maaf. Tabrakan kedua di perempatan Srengseng, mobil saya ditabrak mikrolet.Insting saya sopirnya mesti tidak bertanggung jawab, e bener sewaktu habis tabrakan saya menahan KTP-nya. Kesepakatan mau memperbaiki mobil saya yang peyok diantar ke sebuah bengkel ketok, namun akhirnya saya juga yang bayar. Sang sopir tidak nongol lagi dan aku cari ke pemilik mikroletnya pun tidak bertanggung jawab. Tabrakan yang ketiga terjadi di perbatasan Pemalang dan Pekalongan saat pulang kapung malam lebaran 2 tahun yang lalu. Saat tenang-tenangnya mengantre dalam kemacetan tiba-tiba mobil belakang saya menabrak. Ternyata tabrakan tsb merupakan tabrakan beruntun dari 2 mobil di belakang saya. Walau akhirnya penyebab tabrakan sepakat dengan perjanjian di depan lurah setempat mau mengganti biaya perbaikan sesuai kuitansi saya ninggalin alamat ybs demikian juga tetapi ybs ingkar juga.Terakhir kejadian di pertokoan Harco Glodok. Sehabis saya parkir belum sempat pergi dari lokasi, mobil saya kemunduran mobil box yang akan parkir juga. Tidak ingin pengalaman sebelumnya pokoknya saya minta ganti rugi, kalau tidak lapor polisi. Dan saya diganti Rp 300 ribu. Lumayan daripada tidak diganti sama sekali. Berkat kesabaran saya, dua kali saya nubruk kendaraan lain alhamdulillah ybs tidak pernah nuntut macam-macam. Barangkali kerusakannya tidak berarti ya. AhmadKasus tabrakan yang mirip dialami oleh Sdr. Munarman pernah juga saya alami. Ada dua kasus, yakni berkaitan dengan taksi dan satunya berkaitan dengan pengendara motor. Saat bertabrakan dengan sebuah taksi terkenal yang juga berwarna biru, jelas si pengemudi taksi mengakui kesalahannya karena saat ia mengambil di tikungan terlalu ke kanan sehingga tidak bisa menghindari tabrakan dengan mobil saya. Karena si pengemudi taksi langsung meminta maaf saat itu juga maka kami selesaikan dengan cara damai. Saat itu STNK taksi saya tahan atas persetujuan pengemudi taksi sebagai jaminan bahwa perusahaan taksi akan mengganti kerusakan mobil saya. Namun keesokan harinya si pengemudi datang bersama security perusahaan ke rumah saya malah juga menuntut ganti rugi kerusakan pada taksinya, yang hari itu juga sudah nampak mulus kembali. Hal ini saya tolak keras, justru sayalah yang harus diganti rugi. Kalau hal ini berlarut akan saya bawa ke polisi. Akhirnya, dengan memelas si pengemudi minta maaf dan menyatakan ketidaksanggupan untuk membayar karena kesulitan keuangan yang mana tidak akan diganti pula oleh perusahaan. Oke, berhubung mobil saya juga sudah masuk bengkel dan sudah diasuransikan maka saya terima maafnya dan keberatannya. STNK saya kembalikan dan memberi peringatan kepada security yang mencoba menuntut saya. STNK saya kembalikan lagi. Yang kedua adalah pengendara motor, dia yang menyalip dari kiri saat saya akan belok kiri yang akhirnya tersenggol jatuh. Saya sudah memberi sign belok kiri jauh sebelumnya tapi pengendara motor masih juga ngotot menyusup di sebelah kiri mobil. Namun justru saya yang kena bogem helm pengendara yang membuat mulut saya robek berdarah. Saat itu ada Polantas di tempat. Saya akan tuntut si pengendara motor ke polisi atas penganiayaan atas diri saya. Saat diperiksa Polantas, ternyata dia seorang anggota TNI muda. Pak Polantas menyarankan damai saja, namun saya tetap menuntut biaya pengobatan. STNK dan SIM motor saya tahan dan saya dibawa ke RS untuk dijahit mulut yang robek dihantam helm. Biaya RS ditanggung si pengendara motor. Si pengendara motor minta maaf, maka STNK dan SIM saya kembalikan. Saya tidak pernah mengambil kunci kontaknya. Agus GunawanWaktu itu tanggal 10 Agustus 2007 sekitar jam 3 sore, saya bersama sopir baru pulang dari daerah Jonggol Kabupaten Bogor mau menuju Jakarta masuk jalan tol Cibubur (Jagorawi) menuju ke kantor saya yang ada di bilangan Jakarta Utara.Setelah masuk tol Jagorawi pas saya antre untuk masuk tol dalam kota sedang saya lagi antre untuk membayar tiba-tiba dari belakang mobil yang saya tumpangi ditabrak mobil truk box membuat saya jadi kaget sekali, karena waktu di dalam mobil saya sedang santai untuk antre bayar tiket tol dalam kota. Akibat dari benturan tersebut mobil saya mengalami kerusakan pada bemper belakang pecah dan pintu belakang penyok, saya langsung menggiring mobil truk tersebut ke pinggir tol untuk meminta pertanggungjawaban, saya melihat bahwa bukan sopirnya yang membawa mobil truk tersebut tetapi kernetnya langsung saja saya memarahi kernet tersebut dan meminta ke si sopir untuk menyerahkan STNK, KTP, Buku Kir dari Dishub. Saya tidak mengambil SIM-nya karena mengingat dia tidak mampu mengkondisikan keadaan di lapangan, saya mengajak lapor ke Polantas terdekat tetapi dia tidak mau karena ketakutan dan kernet sediri pun belum mempunyai SIM.Saya memberikan kartu nama saya supaya dia bisa ke kantor saya untuk menyelesaikan masalah ini. Biaya pertanggungjawaban dari si kernet tidak sesuai dengan biaya perbaikan yang saya keluarkan, jadi saya harus berjiwa besar untuk mengikhlaskan kejadian tersebut dan menasihatkan supaya lebih berhati-hati lagi, karena bisa membahayakan jiwa orang lain. M RuhadieKejadian ini terjadi hari Selasa 10 Juli 2007 lalu pagi hari. Lokasi di daerah kota bambu, Jakbar. Jalan memang sempit, ketika itu saya (mengendai Daihatsu Zebra) akan bersimpangan dengan pengemudi Suzuki Escudo. Karena jalan sempit, saya yang mengalah, berhenti dulu, tapi sekonyong-konyong pengemudi Escudo kurang hati-hati, main sikat saja, hingga menyerempet bodi mobil bagian kanan belakang. Dalam keadaan kesel, saya keluar mobil, langsung saya gedor kaca pengemudi.Begitu dibuka, secepat kilat saya ambil kunci mobil, dengan harapan dia turun. Setelah dia merajuk, akhirnya kunci saya kembalikan, saya minta ditukar STNK-nya, terus saya bawa ke mobil Daihatsu saya. Setelah itu dia memparkir mobilnya agak jauh (bisa saja saat itu saya bawa kabur STNK-nya, urusan belakangan, karena saya buru-buru untuk ngantor. Tapi tidak saya lakukan, dan saya menunggu kasih kesempatan pada dia untuk bicara baik-baik dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Setelah dia turun, kami bicara, negosiasi mengenai ganti rugi, dll. Mula-mula dia sudah setuju, eh begitu mau realisasi, dia membatalkan dengan ngomong begini: "Tolong Pak, saya orang miskin, ada uang pun hanya sedikit untuk biaya berobat ke RS adik saya (dalam benak saya, miskin, tapi bisa beli Suzuki Escudo, gimana dengan saya yang mengendarai Daihatsu Zebra). Akhirnya, saya malah jadi kasihan, STNK-nya saya kembalikan, kasus saya lupakan, sambil berlalu dia bilang terima kasih.M LuthfiYa itu biasa, kalau nabrak dan salah ya SIM/STNK/KTP diminta. Kalau hanya KTP saja, sekarang ini banyak KTP aspal, alamatnya di kuburan, karena gampag mendapatkannya. Kadang memang STNK diminta, tetapi kalau STNK pun juga tidak menjamin, karena banyak mobil yang belum balik nama. Memang dalam hal begini serba salah karena di Indonesia gampang diatur. Nah kalau kuncinya juga diminta, itu yang masalah.Wahju Kalau saya mengalami kasus ditabrak, biasanya yang diambil cukup KTP si sopir.Tapi sebelumnya dicocokkan dulu data nama dan alamat dengan SIM dan STNK.Pertimbangannya, karena tanpa SIM dan STNK, seseorang secara hukum tidak berhak untuk mengemudikan kendaraan di jalanan umum. Lantas, bagaimana si penabrak bisa pulang/mencari cara untuk membayar ganti rugi?Tapi jika ternyata ada ketidakcocokan data antara KTP, SIM, STNK, harus diklarifikasikan dulu. Kalau kepepet banget, baru SIM--nya diambil, tapi tidak STNK-nya.
(nrl/umi)