Jaksa meminta majelis hakim menolak nota keberatan atau eksepsi mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi di kasus gratifikasi Rp 137 miliar dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rp 308 miliar. Jaksa meminta majelis hakim melanjutkan pemeriksaan pokok perkara tersebut.
"(Memohon majelis hakim) menolak nota keberatan atau eksepsi tim penasihat hukum terdakwa untuk seluruhnya," ujar jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (8/12/2025).
Jaksa meminta majelis hakim menyatakan surat dakwaan sah untuk dijadikan dasar pemeriksaan perkara Nurhadi. Jaksa menyebutkan tim kuasa hukum Nurhadi mencampurkan penerapan Pasal 18 UU Tipikor dan pasal tindak pidana pencucian uang terkait tudingan sanksi ganda dalam perkara ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahwa berdasarkan eksepsi tersebut di atas, penasihat hukum telah mencampuradukkan makna penerapan Pasal 18 UU Tipikor dan penerapan Pasal TPPU," ujarnya.
Jaksa mengatakan TPPU didasarkan pada harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana kejahatan. Jaksa mengatakan pembuktian TPPU bukan hanya berfokus pada sumber keuntungan.
"Yang menjadi unsur delik adalah perbuatan menempatkan, membelanjakan, mengalihkan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang kemudian terdakwa mengetahui atau patut diduga merupakan hasil kejahatan," ujar jaksa.
Dakwaan Nurhadi
Sebelumnya, Nurhadi didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 137 miliar. Jaksa mengatakan gratifikasi itu diterima Nurhadi dari para pihak beperkara di lingkungan pengadilan, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
Jaksa mengatakan gratifikasi itu diterima Nurhadi pada periode Juli 2013 sampai 2019 saat Nurhadi masih menjabat Sekretaris MA atau setelah selesai menjabat. Penerimaan ini bertentangan dengan kewajiban atau tugas Nurhadi.
Jaksa juga mendakwa Nurhadi melakukan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp 307 miliar dan USD 50 ribu. Jaksa mengatakan uang itu ditempatkan Nurhadi ke sejumlah rekening, untuk membeli aset tanah dan bangunan serta sejumlah kendaraan.
Nurhadi sebelumnya telah dihukum karena dinyatakan terbukti menerima gratifikasi Rp 49 miliar. Dia telah menjalani hukuman 6 tahun penjara.
Nurhadi bebas pada Juni 2025. Namun, KPK langsung menangkap Nurhadi yang memang berstatus tersangka untuk perkara lainnya.
Simak juga Eks Sekretaris MA Hasbi Hasan Diperiksa KPK Terkait Kasus TPPU











































