Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan (K3) MPR, Taufik Basari, mengatakan K3 mengusulkan agar Sidang Tahunan MPR dioptimalkan sebagai forum kenegaraan yang menghadirkan laporan kinerja seluruh lembaga negara kepada rakyat.
Hal tersebut disampaikan Taufik usai Rapat Pleno Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Tahun 2025 yang digelar di Ruang GBHN, Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Kamis (4/12).
"Selama ini sidang tahunan hanya menjadi sarana mendengarkan pidato kenegaraan Presiden. Ke depan, kami mengusulkan agar seluruh lembaga negara, seperti Presiden, MPR, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK juga melaporkan kinerjanya kepada rakyat melalui forum yang difasilitasi MPR," ujar Taufik dalam keterangannya, Kamis (4/12/2025).
Menurut Taufik, kajian yang dilakukan sepanjang 2025 berfokus pada konsep kedaulatan rakyat, pelaksanaan kedaulatan menurut UUD NRI Tahun 1945, serta pemaknaan TAP MPR Nomor I Tahun 2003. Tahun ini, K3 secara khusus menyoroti tiga TAP MPR yang dinilai relevan dengan kondisi saat ini, yaitu TAP MPR tentang pemberantasan KKN, rekomendasi pemberantasan korupsi, dan etika kehidupan berbangsa.
Lebih lanjut, ia menilai setelah perubahan UUD 1945, ada pergeseran kedudukan dan kewenangan dari MPR RI ini, yang tadinya kedaulatan rakyat itu berdasar pada pada supremasi institusi sekarang bergeser menjadi supremasi konstitusi. Karena itu, menurutnya, MPR perlu mengoptimalkan perannya melalui fungsinya sebagai forum representasi dari permusyawaratan rakyat.
Dan untuk mengoptimalkan kedudukan dan kewenangannya, maka bisa memanfaatkan salah satu kewenangannya dalam hal melaksanakan sidang MPR. Usulan K3 adalah ingin ada optimalisasi terhadap Sidang Tahunan MPR RI.
"Kita ingin menjadikan Sidang Tahunan MPR sebagai forum yang bermartabat, yang menjadi ruang rakyat untuk mengetahui kinerja lembaga-lembaga negara," ucap Taufik.
Selain itu, K3 juga mengusulkan agar peringatan Hari Konstitusi tidak sekadar seremonial, tetapi menjadi bagian dari rangkaian Sidang Tahunan MPR. Dengan demikian, sidang tahunan tidak hanya berlangsung satu hari, melainkan menjadi rangkaian agenda kenegaraan yang dimulai dari laporan kinerja lembaga negara dan diakhiri dengan peringatan Hari Konstitusi.
Taufik juga menyoroti perlunya evaluasi atas kegiatan sosialisasi Empat Pilar MPR RI serta penyerapan aspirasi masyarakat terkait pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945. Ia berharap, penyerapan aspirasi tersebut tidak tumpang tindih dengan fungsi anggota DPR.
"Kalau DPR bicara soal pembangunan dan kesejahteraan, maka MPR harus fokus menyerap aspirasi terkait bagaimana konstitusi dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Ini penting agar kita bisa menilai apakah konstitusi benar-benar dipahami dan dijalankan oleh masyarakat," kata dia.
Aspirasi masyarakat tersebut, lanjut Taufik, diharapkan menjadi bahan kajian bagi Badan Pengkajian MPR RI dan K3 dalam menilai efektivitas pelaksanaan konstitusi di lapangan.
Terkait wacana perubahan terbatas UUD NRI Tahun 1945, khususnya mengenai Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), Taufik menegaskan bahwa setiap rencana perubahan harus bersifat aspiratif dan melibatkan masyarakat luas.
"Wacana ini tidak boleh hanya menjadi wacana elite. Harus benar-benar berasal dari kebutuhan masyarakat. Karena itu, kajian yang komprehensif dan pelibatan publik menjadi sangat penting," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Badan Pengkajian MPR RI, Yasonna Laoly mendukung rekomendasi K3 untuk menempatkan MPR RI sebagai forum representasi permusyawaratan rakyat yang lebih optimal. Menurutnya, apabila saluran aspirasi formal tersumbat, masyarakat akan mencari jalan lain yang berpotensi memunculkan gejolak sosial.
"Kalau demokrasi tersumbat di saluran formal, orang akan menyalurkannya di jalur informal. Ini berbahaya dan bisa memicu konflik. Karena itu, perlu ada penataan kembali kedudukan kelembagaan MPR. Jika diperlukan, perubahan konstitusi bisa dilakukan secara terbatas," ujar Yasonna.
Ia juga mengusulkan adanya pertemuan antara Badan Pengkajian MPR, Komisi III DPR, lembaga-lembaga negara, serta partai politik untuk membangun mekanisme kanalisasi aspirasi yang lebih sehat dan terstruktur.
"Tujuannya agar publik memiliki ruang formal yang kuat untuk menyampaikan aspirasi, sehingga tidak muncul ledakan sosial yang merugikan bangsa dan negara," pungkasnya.
Sebagai informasi, rapat pleno tersebut turut dihadiri para Wakil Ketua K3 MPR, yakni Djarot Saiful Hidayat, Rambe Kamarul Zaman, Martin Hutabarat, Ajieb Padindang, Ketua Badan Pengkajian MPR RI Yasonna Laoly, Wakil Ketua BP MPR RI Hindun Anisah, serta para anggota K3 MPR RI.
Tonton juga video "Ketua MPR soal Kayu-kayu di Banjir Sumatera: Ditebang, Bukan Roboh"
(akn/ega)