Komisi VIII DPR Dorong Status Bencana Nasional Aceh-Sumut-Sumbar

Komisi VIII DPR Dorong Status Bencana Nasional Aceh-Sumut-Sumbar

Anggi Muliawati - detikNews
Jumat, 28 Nov 2025 13:50 WIB
Foto udara pengendara melintasi jalan nasional Medan-Banda Aceh yang terendam banjir di Desa Peuribu, Arongan Lambalek, Aceh Barat, Aceh, Kamis (27/11/2025). Bencana banjir yang melanda 16 kabupaten/kota di Aceh selain berdampak pada ratusan ribu warga juga merusak sejumlah badan jalan dan jembatan sehingga memutuskan akses transpotasi darat. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Foto: Foto udara pengendara melintasi jalan nasional Medan-Banda Aceh yang terendam banjir di Desa Peuribu, Arongan Lambalek, Aceh Barat, Aceh, Kamis (27/11/2025). (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas).
Jakarta -

Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang mendorong pemerintah menetapkan banjir dan longsor Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat menjadi status darurat bencana nasional. Marwan menilai skala bencana Aceh, Sumut dan Sumbar sudah jauh melampaui penanganan pemerintah daerah.

"Ya, kemarin sudah ada perbincangan di rapat nasional oleh pemerintah, dan DPR juga mengusulkan ini bencana nasional, tidak lagi bencana kabupaten, tidak bencana provinsi. Cukup luar biasa sebetulnya," kata Marwan kepada wartawan, Jumat (28/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Marwan mengatakan saat ini, dirinya tengah berada di Medan, Sumatera Utara. Dia mengatakan kondisi air di Medan mulai surut, namun masih banyak titik-titik daerah yang tergenang.

Selain itu, masih banyak pula warga yang belum terevakuasi dengan baik. Sebab itu, menurutnya, bencana banjir ini seharusnya sudah dapat ditetapkan sebagai skala nasional.

ADVERTISEMENT

"Ini saya kira kategori bencananya ya sudah bisa disebut berskala nasional. Kalau sudah berskala nasional, lintas K/L (Kementerian/Lembaga), ayo sama-sama, karena memang tidak tertangani oleh satu pihak saja, Kemensos atau BNPB, karena ada infrastruktur jalan yang harus dibenahi," ujarnya.

Marwan mengatakan dalam 24 jam atau 48 jam, fokus pemerintah harus sepenuhnya diarahkan pada penanganan darurat. Di antaranya, mulai dari penyelamatan warga yang terjebak, evakuasi warga, hingga distribusi kebutuhan dasar.

"Kalau di daerah Tapanuli, di Aceh, Sumatera, itu memang sudah terlalu berat. Jalan banyak yang putus karena longsor, jalan banyak yang tertutup karena longsoran bukit, gunung, jembatan yang putus karena gelondongan kayu," ujarnya.

"Saya kira langkah-langkah yang harus dilakukan pemerintah, penanganan kedaruratan dahulu. Penanganan kedaruratan ini pertama, ya menyelamatkan warga yang masih dalam keadaan mengungsi. Mengungsi, ada yang menyelamatkan diri di bukit-bukit, ada yang terjebak di rumah. Ini penting dilakukan," sambung dia.

Marwan mengakui kemampuan pemerintah menjadi terbatas lantaran peristiwa bencana ini terjadi secara serentak. Namun, dia berharap pemerintah dapat mempercepat pembukaan akses jalan yang tertutup, khususnya di Sibolga.

"Kita berharap, hari ini jalan menuju Sibolga sudah bisa diakses supaya dukungan bisa segera menangani berbagai hal yang dibutuhkan warga," ujarnya.

Meski begitu, Marwan mengapresiasi langkah pemerintah yang berupaya mengirim bantuan lewat udara. Namun, dia mengatakan pengiriman lewat udara masih belum bisa cukup maksimal.

"Kemampuan angkut helikopter itu tidak besar. Sementara bantuan-bantuan yang kita kirim masih tertahan di titik-titik yang tidak bisa dilewati, umpamanya menuju Sibolga dari via Tarutung sudah tertahan di Tarutung, via Tarutung-via Sipirok juga sudah tertahan karena ada beberapa jalan yang tidak bisa lewat," paparnya.

Marwan lantas berharap pemerintah juga menyiapkan solusi jangka panjang. Sebab, bencana banjir ini terus berulang terjadi di daerah yang sama.

"Maka karena itu, langkah tegas setelah dilakukan penyelidikan, siapa sebetulnya yang harus bertanggung jawab. Ini kita triliunan ini menyelesaikan ini, gara-gara banyaknya gelondongan yang terbawa arus. Nah, siapa itu, ulahnya siapa," tuturnya.

"Saya kira setelah tertangani dengan baik, terpetakan, sudah saatnya pada kurun rehab rekonstruksi sekaligus kita membenahi lingkungan. Kalau tidak, kita akan kembali lagi berulang. Ini sebetulnya berulang-ulang setiap saat kita lihat itu yang terjadi," imbuh dia.

Sebelumnya, sebanyak 33 warga Aceh meninggal akibat bencana banjir dan longsor. Selain itu, ada belasan orang yang masih hilang.

Data sementara yang dirangkum detikSumut, Jumat (28/11/2025), korban meninggal dan hilang tersebar di Aceh Utara, Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara. Korban terbanyak di dua kabupaten di wilayah Gayo.

Di Aceh Tengah, korban meninggal dunia mencapai 15 orang, dan beberapa orang masih dilakukan pencarian. Korban tewas tersebar di Kampung Payatumpi, Kampung Daling, kampung kelopak Mata dua orang meninggal dan Tami Dalem yaitu tempat objek wisata Natural Park.

Sementara di Bener Meriah, korban meninggal berjumlah 11 orang dan hilang 13 orang. Korban tersebar di beberapa desa di sejumlah kecamatan.

Sementara itu, Polda Sumatera Utara (Sumut) merilis data terbaru jumlah korban jiwa akibat bencana banjir dan longsor. Korban meninggal dunia kini bertambah menjadi 62 orang di sejumlah kabupaten/kota yang ada di Sumut.

Kabid Humas Polda Sumut Kombes Ferry mengatakan, berdasarkan hasil rekapitulasi Polda Sumut ada ratusan orang yang menjadi korban bencana alam banjir dan longsor. Para korban ada yang meninggal dunia, luka berat, luka ringan dan korban hilang.

"Sebanyak 222 orang menjadi korban dalam bencana ini, 62 orang di antaranya meninggal dunia, luka berat 13 orang, luka ringan 82 orang dan yang masih belum ditemukan dan masih dalam pencarian sebanyak 65 Orang," ungkapnya dilansir detikSumut, Jumat (28/11).

Tonton juga video "Update Korban Banjir-Longsor di Aceh: 6 Meninggal, 11 Hilang"

(amw/gbr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads