Komisi Reformasi Polri Terima Masukan dari Aktivis Lingkungan dan Organisasi Wartawan

Komisi Reformasi Polri Terima Masukan dari Aktivis Lingkungan dan Organisasi Wartawan

Firda Cynthia Anggrainy - detikNews
Rabu, 26 Nov 2025 18:39 WIB
Komisi Percepatan Reformasi Polri audiensi dengan organisasi sipil. (Firda/detikcom)
Komisi Percepatan Reformasi Polri audiensi dengan organisasi sipil. (Firda/detikcom)
Jakarta -

Komisi Percepatan Reformasi Polri menerima sejumlah organisasi masyarakat sipil yang membidangi isu lingkungan dan pers hari ini. Mereka pun menerima masukan dari organisasi-organisasi tersebut.

Audiensi digelar di gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (26/11/2025). Hadir Ketua Komisi, Jimly Asshiddique, dan para anggota komisi, di antaranya Ahmad Dofiri, Badrodin Haiti, dan Idham Azis.

Organisasi pers yang hadir dalam audiensi di antaranya Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Erick Tanjung, Dewan Penasihat AMSI Wenseslaus Manggut, Ketua Bidang Pembelaan Wartawan dan Pembinaan Hukum PWI Pusat Anrico Pasaribu, Ketua IJTI Herik Kurniawan, dan Sekjen Persiari Risty Rustarto.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka memberikan sejumlah masukan untuk Komisi Percepatan Reformasi Polri. Salah satunya mendorong dibentuknya protokol keselamatan jurnalis saat bertugas di lapangan.

"Kami memberi masukan tadi, bahwa tertulis kami juga menyampaikan bahwa perlu dibentuk protokol keselamatan jurnalis di lapangan yang benar-benar diketahui oleh pelaksana, aparat penegak hukum (APH) di lapangan. Bahwa semua yang mengandung delik pers itu harus diserahkan ke Dewan Pers. Itu yang paling penting. Bahwa jangan ada kriminalisasi," kata Ketua Bidang Pembelaan Wartawan dan Pembinaan Hukum PWI Pusat Anrico Pasaribu usai audiensi.

ADVERTISEMENT

Senada, Dewan Penasihat AMSI Wenseslaus Manggut menekankan pentingnya penyelesaian sengketa pers di Dewan Pers. Dia menegaskan laporan yang berkaitan dengan kerja-kerja pers harus diselesaikan sesuai Undang-Undang (UU) Pers.

"Undang-Undang Pers itu sebetulnya bukan hanya melindungi jurnalis, tetapi melindungi publik di situ. Nah, karena itu karena dia melindungi publik, maka pekerjaan jurnalis itu tidak boleh dihalangi. Nah, setiap laporan yang berkaitan dengan pekerjaan pers menurut undang-undang itu, maka diselesaikan di Dewan Pers," katanya.

Sementara, Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Erick Tanjung menyoroti angka kekerasan aparat terhadap jurnalis. Dia menegaskan kasus ini jangan sampai terus terulang.

"Catatan kami, ada catatan kritis yang kami sampaikan. Yang pertama adalah bahwa serangan terhadap jurnalis setiap tahunnya angkanya meningkat. Dan untuk aktor pelaku paling banyak memang adalah anggota kepolisian. Itu fakta yang kami sampaikan berikut datanya," katanya.

"Nah sehingga untuk serangan terhadap jurnalis ini supaya tidak terus berulang, kami memberikan masukan supaya kepolisian perlu segera direformasi secara menyeluruh," imbuhnya.

Selain itu, organisasi sipil yang bergerak di isu lingkungan memberikan masukan, meliputi pembentukan Peraturan Kapolri (Perkapolri) mencegah kriminalisasi aktivis lingkungan hingga mendorong dibentuknya badan pengawas eksternal baru yang independen.

Aktivis lingkungan yang hadir, antara lain Manajer Hukum dan Pembelaan Walhi Nasional Teo Reffelsen, Direktur Eksekutif ICEL Raynaldo G. Sembiring, dan Kepala Divisi Penanganan Kasus Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sinung Karto

"Jadi harapannya kalau sudah ada Perkapolri ini kita bisa menekan sebanyak-banyak mungkin bentuk-bentuk kekerasan dan kriminalisasi kepada para pejuang lingkungan," kata Direktur Eksekutif ICEL Raynaldo G. Sembiring usai audiensi.

Raynaldo meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo nantinya mengeluarkan Perkapolri untuk mengatur penanganan aktivis lingkungan tersebut. Dia mengungkit institusi lain telah memiliki aturan turunan serupa dari UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

"Dan kita juga merasa bahwa ini perlu segera Pak Kapolri untuk membentuk Perkapolri ini karena institusi lain sudah punya. Undang-Undang Lingkungan sudah mengamanatkan, kemudian sudah ada juga putusan Mahkamah Konstitusinya, jadi tunggu apa lagi? Harapan kami Polri bisa melakukan itu," ujarnya.

Manager Hukum dan Pembelaan Walhi Nasional Teo Reffelsen menambahkan, pihaknya mendorong pembentukan badan pengawas eksternal Kepolisian yang independen.

"Kita juga meminta supaya tim percepatan reformasi polisi ini juga tidak hanya mereformasi polisi secara institusional, tapi juga menyiapkan satu badan pengawas eksternal yang independen, imparsial, dan tidak diisi oleh anasir-anasir kepolisian," kata Teo Reffelsen.

Badan baru itu diharapkan dapat melakukan pengawasan baik untuk Kepolisian di pusat hingga daerah.

"Sehingga kemudian badan pengawas eksternal inilah nanti diberikan kewenangan yang kuat untuk mengawasi polisi, kemudian juga diberikan struktur-struktur sampai ke daerah-daerah dan diberikan anggaran yang kuat supaya kemudian ke depan pengawasan polisi jadi lebih efektif dan berkeadilan," lanjutnya.

(fca/wnv)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads