Anak Tulis Surat dari Rutan, Bela Riza Chalid di Kasus Korupsi BBM

Anak Tulis Surat dari Rutan, Bela Riza Chalid di Kasus Korupsi BBM

Mulia Budi - detikNews
Selasa, 25 Nov 2025 16:56 WIB
Anak Riza Chalid, Muhamad Kerry Adrianto Riza (kanan). (Mulia/detikcom)
Anak Riza Chalid, Muhamad Kerry Adrianto Riza (kanan). (Mulia/detikcom)
Jakarta -

Anak Riza Chalid, Muhamad Kerry Adrianto Riza, membantah keterlibatan ayahnya dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah. Kerry mengatakan kegiatan sewa-menyewa terminal yang ia lakukan dengan PT Pertamina Persero tak melibatkan Chalid.

"Jadi kegiatan saya ini, hanya sewa-menyewa terminal BBM antara saya dengan Pertamina. Usaha ini adalah usaha saya sendiri dan tidak ada keterlibatan ayah saya," kata Kerry kepada wartawan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (25/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kerry, yang merupakan beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, mengklaim kegiatan sewa-menyewa terminal ini memberikan manfaat untuk PT Pertamina. Dia menyebut terminal miliknya juga masih digunakan hingga saat ini.

"Usaha ini memberikan manfaat yang besar kepada Pertamina, sebagaimana saksi dari Pertamina di persidangan yang menyatakan bahwa dengan menggunakan terminal saya, Pertamina mendapatkan efisiensi sampai Rp 145 miliar per bulan. Sampai saat ini pun terminal saya masih digunakan oleh Pertamina," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Kerry juga menulis surat berisi keluh kesah dan kesedihannya terkait dakwaan dalam perkara ini. Dalam surat itu, Kerry juga membantah jika ayahnya yang mendanai aksi demonstrasi pada Agustus lalu.

"Jadi saya di sini menulis surat, ini saya titipkan ke Bang Patra (pengacara Kerry), mohon dibaca ya, ada isi pikiran saya, tolong bantu kawal media ini, sidang saya agar kebenaran terungkap," ujarnya.

Berikut isi surat yang ditulis Kerry dari tahanan:

Assalamualaikum Wr. Wb

Dengan kerendahan hati, izinkan saya menulis surat ini sebagai warga negara, pengusaha, suami, anak dan ayah, yang kini diperlakukan seolah musuh negara.

Saya bukan pejabat publik, dan tidak pernah mengambil uang negara. Nama saya dicitrakan sebagai penjahat besar, seakan saya adalah sumber masalah negeri. Di mana keadilan? Rumah saya digeledah. Saya dibawa dan diperiksa tanpa didahului panggilan atau prosedur yang benar. Lalu, tiba-tiba ditahan sejak 25 Februari 2025. Hampir delapan bulan saya mendekam, menunggu kepastian hukum.

Selama penahanan, nama baik saya dihancurkan dan keluarga saya yamg menanggung stigma. Mirisnya, tuduhan liar terus bergulir di ruang publik. Bukan hanya saya yang menjadi korban, ayah saya juga dituduh sebagai dalang dan mendanai demonstrasi 'Bubarkan DPR' Agustus lalu tanpa ada satupun bukti.

Ayah saya tidak mungkin melakukan hal tersebut, ayah saya bahkan dijadikan tersangka, dituduh sebagai beneficial owner OTM, padahal namanya tidak tercatat dan tidak pernah terlibat di perusahaan.

Perlu saya tegaskan, fakta inti yang sering dipelintir. Saya tidak merugikan negara, tidak menjual beli minyak, apalagi mengoplos BBM secara ilegal. Bisnis saya hanyalah menyewakan tangki penyimpanan BBM kepada Pertamina. Tuduhan kerugian negara Rp 285 triliun adalah fitnah keji. Angka ini tanpa dasar audit resmi dan tidak logis, sebab aktivitas saya justru membantu negara mengamankan cadangan energi.

Faktanya, kegiatan saya membantu negara menghemat dan memperkuat distribusi energi, dengan manfaat hingga Rp 145 miliar per bulan, terbukti di persidangan. Terminal tangki BBM ini saya beli dengan menggunakan pinjaman bank, bukan warisan, dan sampai kini setelah lebih dari 10 tahun pinjaman bank OTM pun belum lunas. Jika tangki BBM saya bermasalah, mengapa masih digunakan oleh Pertamina? Mengapa saya dikorbankan?

Saya juga difitnah bermain golf di Thailand dengan uang korupsi Rp 170 miliar. Padahal, saya tidak pernah bermain golf. Ini adalah pembunuhan karakter.

Saya masih dituduh merugikan negara Rp 285 triliun, padahal di dalam dakwaan saya dituduh merugikan negara atas penyewaan OTM senilai Rp 2,4 triliun dan ini adalah total nilai kontrak sewa nilai selama 10 tahun.

Selama 10 tahun periode kontrak ini, tangki BBM OTM dipakai secara maksimal dan memberikan manfaat kepada negara. Bagaimana bisa saya didakwa merugikan negara senilai kontrak sewa sedangkan tangki BBM saya dipakai dengan maksimal oleh Pertamina, bukan sebuah kontrak fiktif melainkan kontrak sah. Menurut berbagai dokumen resmi, yaitu BPKP dan KPK, sama sekali tidak ditemukan pelanggaran dalam kerja sama ini yang melanggar hukum.

Bahkan saksi Karen Agustiawan mantan dirut Pertamina menyatakan tidak tahu OTM dimiliki siapa. Saksi Hanung juga membantah pernah ditekan oleh ayah saya. Tapi framing tetap berjalan, opini tetap digoreng. Terminal merak yang saya sewakan kepada Pertamina terbukti meningkatkan kapasitas stok BBM nasional, menekan biaya impor, menambah efisiensi distribusi. Ini manfaatnya nyata, bukan korupsi.

Semoga apa yang saya tulis dalam surat ini, terdengar oleh pemimpin negara kita. Saya tidak minta perlakuan istimewa atau pembebasan tanpa proses. Saya hanya memohon proses hukum yang adil, yang tidak didikte oleh fitnah, opini, atau kepentingan tersembunyi. Biarkan keadilan berdiri di atas fakta, bukan gosip. Izinkan saya dan keluarga mendapatkan kembali hak kami sebagai warga negara yang dilindungi hukum.

Perjuangan ini demi martabat keluarga, dan tegaknya kebenaran. Saya memohon kepada teman-teman media untuk mengawal kasus saya secara obyektif. Jika bersalah, says siap dihukum, tapi jika kebenaran berkata lain, tolong jangan biarkan saya dikriminalisasi.

Rutan Salemba, 24 November 2025
Muhamad Kerry Adrianto Riza

Lihat juga Video: Kejagung soal Mafia Migas Riza Chalid Masih Buron

Halaman 2 dari 2
(mib/fca)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads