Jaksa menghadirkan Indra Putra Harsono sebagai saksi kasus korupsi tata kelola minyak mentah yang merugikan negara Rp 285 triliun. Jaksa mencecar Indra soal sosok 'pak haji' dalam sebuah percakapan terkait penawaran kapal Very Large Crude Carrier (VLCC).
Indra menjadi saksi dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT Petro Energi Nusantara sekaligus Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi. Jaksa awalnya menampilkan bukti percakapan atau chat antara Indra dan terdakwa Agus Purwono selaku eks VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/11/2025).
Selain Agus, para terdakwa dalam sidang ini adalah:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
- Yoki Firnandi selaku eks Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
- Muhamad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa
- Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim
- Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
- Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku eks Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.
Indra sendiri merupakan salah satu tersangka dalam kasus ini. Indra mengaku lupa siapa sosok 'Pak Haji' yang dimaksud dalam percakapan itu.
"Kemudian di chat Saudara ini banyak sekali chat ini, ini ada Saudara menyebut-nyebut nama 'Pak Haji'. Siapa itu, Pak?" tanya jaksa.
"Saya juga lupa, Pak, dalam konteks itu siapa 'Pak Haji'," jawab Indra.
"Saudara bahkan yang nge-chat ini, 'Dipanggil Pak Haji, lu nggak di kantor ya?'," tanya jaksa.
"Betul," jawab Indra.
Jaksa terus bertanya siapa yang dimaksud 'Pak Haji'. Jaksa meminta Indra tak berbelit-belit saat memberi penjelasan.
"Dalam percakapan itu 'Pak Haji' yang saya maksud itu bisa banyak orang, orang yang taat beribadah bisa saya panggil 'Pak Haji', orang yang baca...," ujar Indra yang dipotong jaksa.
"Udah nggak usah ke mana-mana," ujar jaksa.
"Saya lupa, makanya," ucap Indra.
Indra mengakui chat yang ditampilkan jaksa memang miliknya. Salah satu topik pembahasan dalam chat tersebut membahas mengenai penawaran kapal VLCC.
"Tadi saudara bilang dipanggil 'Pak Haji itu bisa siapa saja yang taat beribadah dipanggil 'Pak Haji' oleh saudara. Di percakapan ini, saudara berawal dari saudara memberitahukan saudara sedang di Pertamina kan?" tanya jaksa.
"Betul," jawab Indra.
"'Dipanggil Pak Haji'. Terus Saudara di akhir menyatakan, terus Saudara agus bilang, 'Lah memang ini ide kita', 'Iya sih, tapi menggerus margin sebelah'. Dari percakapan ini tentunya dari orang-orang yang taat beribadah yang saudara kenal sebagai 'Pak Haji' itu, Saudara tahu dong 'Pak Haji' yang mana yang akan berhubungan dengan percakapan ini," ujar jaksa.
Indra mengatakan ada lebih dari 10 orang yang dipanggilnya sebagai 'Pak Haji'. Jaksa meminta Indra menyebutkan siapa saja yang dipanggilnya sebagai 'Pak Haji' tersebut.
"Mungkin lebih dari 10 ya," jawab Indra.
"Siapa saja?" cecar jaksa.
"Salah satunya Said bisa, Pak Yoki bisa, Pak Sani juga bisa, Pak Agus juga bisa," ujar Indra.
"Terus?" cecar jaksa.
"Dan lainnya pak," jawab Indra.
Dalam dakwaan jaksa, kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 285 triliun. Ada sejumlah hal yang disebut menjadi pemicu kerugian, yaitu terkait impor produk kilang atau bahan bakar minyak (BBM) serta terkait penjualan solar nonsubsidi.
Berikut detail perhitungan kerugian negaranya:
1. Kerugian Keuangan Negara
β’ USD 2.732.816.820,63 atau USD 2,7 miliar atau Rp 45.091.477.539.395 atau Rp 45,1 triliun (Kurs Rp 16.500)
β’ Rp 25.439.881.674.368,30 atau Rp 25,4 triliun
Atau totalnya Rp 70.531.359.213.763,30 (Rp 70,5 triliun)
2. Kerugian Perekonomian Negara
β’ Kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut sebesar Rp 171.997.835.294.293 atau Rp 172 triliun
β’ Keuntungan ilegal yang didapat dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri sebesar USD 2.617.683.340,41 atau USD 2,6 miliar atau Rp 43.191.775.117.765 atau Rp 43,1 triliun (kurs Rp 16.500 ribu)
Atau totalnya Rp 215.189.610.412.058 (Rp 215,1 triliun).
Jika ditotal, maka didapatkan jumlah kerugian Rp 285.969.625.213.821,30 atau Rp 285 triliun lebih. Namun, penghitungan ini menggunakan kurs rata-rata saat ini, tentunya jumlah itu akan berbeda apabila Kejagung menggunakan kurs pada waktu lain.
Lihat juga Video: Kerugian Negara di Kasus Korupsi Minyak Mentah Capai Rp 285 T











































