Jejak 15 Tahun Iptu Yanti Mengabdi di PPA, Bongkar Kasus TPPO-Eksploitasi Anak

Hoegeng Corner 2025

Jejak 15 Tahun Iptu Yanti Mengabdi di PPA, Bongkar Kasus TPPO-Eksploitasi Anak

Lisye Sri Rahayu - detikNews
Senin, 24 Nov 2025 10:19 WIB
Iptu Yanti Harefa
Iptu Yanti memberikan sosialisasi tentang PPA kepada anak-anak di Kepri (Foto: dok. Istimewa)
Jakarta -

Iptu Yanti Harefa telah lebih dari 15 tahun mengabdi di bidang perlindungan perempuan dan anak (PPA). Ps. Panit Subdit IV Ditreskrimum Polda Kepulauan Riau (Kepri) itu berhasil membongkar kasus perdagangan orang hingga eksploitasi anak.

Atas pengabdian di bidang PPA itu, Iptu Yanti diusulkan pada program Hoegeng Corner 2025. Yanti berdinas di bidang PPA Polda Kepri sejak tahun 2009.

"Pertama-tama menangani kasus TPPO, karena kebetulan di Batam ini daerah transit jadi banyak korban-korban itu perempuan, ada anak-anak juga. Lalu ada nangani kasus berkaitan PPA juga nih, korbannya perempuan, korban anak," kata Iptu Yanti saat berbincang dengan detikcom, Selasa (11/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu kasus yang menjadi perhatian publik yang ditangani oleh Iptu Yanti adalah eksploitasi anak di panti asuhan. Kasus ini terjadi tahun 2015 lalu di salah satu panti asuhan di Batam.

ADVERTISEMENT

"Sempat viral juga waktu itu. Pelakunya pemilik panti asuhan. Anak-anak itu rame ada 30-40 orang, dia memanfaatkan anak-anak ini untuk dieksploitasi dia, dijadikan agar anak-anak ini dijadikan uang untuk panti asuhan itu," kata Yanti.

Di panti asuhan tersebut, anak-anak mengalami kekerasan oleh perempuan pemilik panti. Beberapa anak juga disewakan kepada pasangan yang belum punya anak.

"Anak-anak itu, kalau pas ada yang berkunjung bisa dipinjam pakai anak-anak ini 3 hari, seminggu. Atau pas datang turis mau donatur di situ dikeluarkannya anak-anak. Nanti anak-anak itu kalau ada pengunjung bisa di-booking seminggu, dua minggu, sebulan, tapi berbayar. Nggak seksual, misalnya untuk pancingan. Kan ada pengunjung ini, turis atau orang yang belum punya anak, kayak disewa anak-anak itu," ujar dia.

Iptu Yanti HarefaIptu Yanti Harefa (Foto: dok. Istimewa)

Salah satu korban, kata Yanti, adalah anak berusia 1 tahun 8 bulan. Korban mengalami kekerasan hingga mengalami trauma.

"Korban ini sampai dicabutinnya alis matanya, anak-anak hampir dua tahun, dicabutin pakai pinset. Jadi saya periksanya anak-anak ini pakai psikologi, saya kasih pertanyaan sama psikolog sambil direkam, pakai alat peraga, pinset, sapu lidi, hanger, anak ini dipukulin (pelaku)," ujar dia.

Korban juga mengalami luka karena pampers tidak diganti-ganti oleh pelaku. Pelaku akhirnya ditangkap dan sudah menjalani hukuman penjara.

"Dari hasil visum kan luka-luka daerah kemaluannya, anak ini pipis, berak, dia malas ganti pampers. Kebetulan anak 1 tahun 8 bulan ini lagi dipinjam pakai, saya lihat merah-merah, anaknya takut, itulah kita ungkap ada kekerasan di situ, ada penelantaran juga," ucap dia.

Bongkar Kasus TPPO

Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) menjadi kasus yang banyak ditangani Iptu Yanti di Batam. Korban diberangkatkan ke Malaysia hingga bekerja di kapal asing secara ilegal.

"TPPO ada juga yang keluar dari kapal ikan asing yang China itu, dia melompat lalu kita tangani. Lumayanlah banyak itu gabungan PPA TPPO tapi yang korbannya banyak perempuan. Rata-rata dulu korbannya banyak perempuan, tapi sejak tahun 2024-2025 korbannya lebih banyak laki-laki sekarang, kerja di perkebunan," ujar dia.

Setelah mengamankan korban TPPO, Iptu Yanti dan tim kemudian mengejar pelaku. Bahkan pengejaran dilakukan hingga ke Lombok dan Sulawesi.

"Kita mengungkap kasus ini, kita dapat pengurus Batam, maka perekrut daerah asal kita cari, termasuk saya turun juga ke lapangan, ke Lombok Timur, ke Baubau. Kayak TPPO itu kan kita nyari perekrut daerah asal, di tahun 2011 itu saya ke NTT ngambil orangnya," ujar dia.

Selain itu, Yanti juga pernah menangani kasus ABK WNI yang diduga tewas dianiaya di kapal ikan China tahun 2020 lalu. Yanti dan tim berhasil menangkap pelaku.

"Kapal Lu Huang Yuan Yu dengan tim juga ke Tegal, nyari, ya banyaklah kami ke daerah asal yang TPPO awak kapal. Perekrutnya kita ambil, ke Jakarta ambil orang, dibawa ke Batam. Kemarin terakhir ke Baubau saya ambil tersangka dua orang. PT yang berangkatkan orang ke luar negeri, kita ungkap juga, beragamlah kasus-kasus di sini," ucap dia.

Kasus lain yang pernah ditangani Yanti adalah TPPO anak korban prostitusi. Yanti juga sempat menangani kasus penganiayaan asisten rumah tangga (ART) di Batam.

"Ada juga yang KDRT, ada TPPO, kekerasan terhadap pembantu rumah tangga, gajinya nggak dibayar. Udah pernah nangani people smuggling juga, penyelundupan manusia dari luar ke dalam, itu contoh orang-orang kita Indonesia yang kerja ke luar negeri secara ilegal, otomatis paspornya nggak berguna, dia takut Malaysia dikejar-kejar, jadi dia lewat belakang," ujar dia.

Iptu Yanti HarefaIptu Yanti Harefa (Foto: dok. Istimewa)

Kasus Perebutan Anak-KDRT

Selain itu, Iptu Yanti juga pernah menangani kasus KDRT dan perebutan anak antara perempuan inisial CS dan mantan suaminya DM. CS diduga mengalami KDRT saat mencoba menjemput anaknya yang dibawa oleh DM di salah satu hotel di Batam.

"Kasus S kasus perebutan anak, dia yang menggongkan pasal 330 KUPH yang kelahi suami istri perebutan anak, viral di Instagram," kata Yanti.

"Ini suaminya mau jadi tersangka, kita harus punya alat bukti, dia tarik-tarikan, memar punggungnya, itu aja suami komplain keluarganya, saya disuratin ke mana-mana, 'benar nggak luka karena suaminya rebut-rebutan anak di hotel di Batam Center, takutnya dilukain dia'," ucap dia.

Iptu Yanti kemudian menyarankan kepada CS membuat laporan ke Polda Metro Jaya terkait pengambilan paksa anak oleh orang tua bukan pemegang hak asuh. Sebab, rumah korban berada di Bekasi.

"Untuk dapat anaknya buat laporan dulu terhadap bapaknya, 'wilayahmu di Bekasi, berarti Polda Metro, nggak bisa di sini, lokusmu di Batam nggak cocok, kamu ke sana'," ujar Yanti.

"Saya nggak bisa ngambil anaknya, karena laporan di sini KDRT, tentang pasal 330 di Polda Metro saya yang sarankan sama S," ujar dia.

Iptu Yanti mengatakan DM kemudian ditetapkan sebagai tersangka KDRT. Akan tetapi, DM tak bisa diamankan oleh Polda Kepri lantaran terjerat hukum terkait pemalsuan dokumen KTP dan paspor anaknya di Lampung Timur.

"Dia melaporkan kan tentang pemalsuan, dipenjara dia di sana tahanan kota, aku kan nggak bisa memproses dia, karena dia lagi menjalani status di Lampung Timur, saya ke sana ke Lampung Timur periksa dia, nggak mau dia nggak mau dia, nggak koperatif, suaminya nggak koperatif," ucap dia.

Kasus ini terus bergulir, hingga akhirnya Iptu Yanti dan tim berhasil mengamankan DM di rumah orang tuanya di Bekasi. Pelaku kemudian dibawa ke Polda Kepri hingga menjalani persidangan.

"Kan hilang dia berapa lama, saya cari ke rumahnya di Bekasi, dapat saya. Jadi kata Ketua RT selama ini orang nggak pernah bisa masuk ke rumah itu, saya bisa," ucap dia.

"Begitu keluar mamaknya, langsung saya adang, saya yang pimpin, perempuan pula sendiri Polwan, saya adang sampai cakar-cakaran, mau dilaporkan 'Ya nggak apa-apa, bu, saya nggak ada menyakiti ibu, justru ibu menyakiti saya'. Ditekan tangan saya pakai pager, luka, ya untuk bisa masuk ke dalam," imbuhnya.

Iptu Yanti HarefaIptu Yanti Harefa (Foto: dok. Istimewa)

Tantangan Tangani Kasus Perempuan-Anak

Selama belasan tahun mengabdi di PPA, berbagai tantangan dihadapi oleh Iptu Yanti. Menurutnya, menangani kasus anak diperkosa atau dicabuli oleh orang tua menjadi salah satu kasus yang memiliki tantangan sendiri.

"Kalau misalnya korban anak di bawah umur, disetubuhi, atau dilakukan perbuatan cabul oleh bapak tiri, atau bapak kandung. Nanti anak di bawah umur dia kan nggak ngerti laporan-laporan itu kan, nah ibu korban lebih mementingkan suaminya, disuruh cabut laporan, jadi saya stres, anak ini putus sekolah. Tapi nggak pernah kita loloskan, mau nggak mau anak korban ini saya arahkan untuk sekolah, kita libatkan UPTD PPA," ucap dia.

Iptu Yanti ingin memastikan hak anak yang menjadi korban terpenuhi. Salah satunya hak atas pendidikan.

Tantangan lainnya yang dihadapi Iptu Yanti adalah ketika menangani kasus anak di pulau terluar Kepri. Sebab, adanya keterbatasan terkait pekerja sosial dan balai pemasyarakatan (Bapas).

"Kita ini PPA nggak bisa sendiri, kita butuh tusi-tusi yang lain. Contoh menghadapi anak pelaku, libatkan Bapas, anak korban libatkan pekerja sosial (peksos), karena peksos tidak tersebar sampai ke Kepulauan Anambas, di Lingga, adanya di Batam, keterbatasan SDM-SDM terkait penunjang kinerja kita," kata dia.

Tantangan-tantangan tersebut, tidak menyurutkan semangat Iptu Yanti dalam penanganan kasus perempuan dan anak. Menurutnya, menjadi Polwan adalah panggilan.

"Mungkin passion saya gitu ya, saya berpikir kalau nggak saya ya siapa lagi. Kalau nggak punya hati susah di PPA ini, satu mengerti perempuan, mengerti anak, perspektif korban, terus siap handphone 24, jadi handphone saya mati itu ketika saya di udara aja, takeoff jadi begitu landing hidup, fast response," ujar dia.

Iptu Yanti hanya ingin korban mendapatkan penanganan yang baik. Menurutnya, pertolongan harus diberikan kepada orang yang membutuhkan.

"Yang mendasari itu nggak ada sih, cuma kalau lah korban-korban itu saya pikir gini, saya bantu korban saya berprinsip bukan dia yang membantu saya, pasti ada orang lain saya ketika saya menghadapi kesusahan butuh pertolongan, itu ada aja yang nolong, mungkin doa korban itu ya, feedback yang bagus," ucap dia.

Iptu Yanti HarefaIptu Yanti Harefa (Foto: dok. Istimewa)

Sejak tahun 2009 itu, Yanti terus berdinas di PPA Polda Kepri. Pada tahun 2018 lalu, Yanti mengikuti sekolah perwira. Selesai sekolah, dia kembali diminta kembali ke Kepri.

"Saya kan dari bintara tahun 2003 gelombang 2, 2018 itu saya bisa sekolah, setelah satu lulus dari sekolah perwira, Pak Direktur saya ambil saya lagi, kembali lagi saya lagi ke penugasan saya di PPA sampailah sekarang," pungkasnya.

Tonton juga video "Sosok Aiptu Eko Yulianto, Pelopor Bank Sampah Berkah Bhayangkara di Serang"

Halaman 3 dari 2
(lir/knv)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads