Tiga pramusaji telah merusak segel KPK yang terpasang di rumah dinas Gubernur Riau Abdul Wahid. KPK kini menelusuri dugaan adanya pihak yang menyuruh ketiga pramusaji tersebut.
"Tentu ini akan ditelusuri motif perbuatan tersebut, termasuk siapa pelakunya, siapa yang meminta atau menyuruh untuk melakukan perusakan," kata jubir KPK Budi Prasetyo di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).
Rumah dinas Gubernur Riau telah disegel KPK setelah Abdul Wahid terjaring tangkap tangan. Rumah tersebut juga telah digeledah tim penyidik KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun penyidik justru menemukan adanya perusakan segel KPK di lokasi. Hasil pengusutan awal, tindakan itu dilakukan oleh tiga pramusaji. KPK mengingatkan para pihak yang terlibat kasus ini untuk bersikap kooperatif dan tidak mengganggu proses penyidikan.
"Ini akan terus didalami karena ini juga menjadi bagian tentunya upaya-upaya perintangan terhadap penyidikan yang KPK sedang lakukan," jelas Budi.
"KPK mengimbau kepada seluruh pihak, khususnya di Pemerintah Provinsi Riau, agar kooperatif dan mengikuti proses penyidikan yang masih terus berlangsung," sambungnya.
Seperti diketahui, KPK telah memeriksa tiga pramusaji di rumah dinas Gubernur Riau Abdul Wahid terkait kasus pemerasan dan gratifikasi. Ketiga pramusaji itu diduga merusak segel KPK di rumah dinas Gubernur.
Tiga pramusaji itu adalah Alpin, Muhammad Syahrul Amin, dan Mega Lestari. Pemeriksaan ketiganya dilakukan di kantor perwakilan BPKP Riau, Senin (17/11).
"Di antaranya didalami terkait adanya dugaan perusakan segel KPK di rumah dinas Gubernur," kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Senin (17/11).
Kasus korupsi yang menjerat Abdul Wahid ini berkaitan dengan dugaan permintaan fee oleh Abdul Wahid terhadap bawahannya di UPT yang ada di bawah Dinas PUPR Riau. Fee tersebut terkait penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP dari awalnya Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar.
KPK menduga Abdul Wahid mengancam bawahannya jika tak menyetor duit yang dikenal sebagai 'jatah preman' senilai Rp 7 miliar tersebut. Setidaknya, ada tiga kali setoran fee jatah pada Juni, Agustus, dan November 2025.
KPK menduga uang itu akan digunakan Abdul Wahid saat melakukan lawatan ke luar negeri. Selain Abdul Wahid, KPK menetapkan Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Abdul Wahid dan Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau M Arief Setiawan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Lihat juga Video: Kode di Balik Kasus Gubernur Riau: Jatah Preman hingga 7 Batang











































