Pedagang Thrifting Ngadu ke DPR, Harap Impor Baju Bekas Diberi Kuota

Pedagang Thrifting Ngadu ke DPR, Harap Impor Baju Bekas Diberi Kuota

Anggi Muliawati - detikNews
Rabu, 19 Nov 2025 18:49 WIB
Badan Aspirasi Masyarakat (BAM), Rabu (19/11/2025), menerima audiensi pedagang thrifting terkait larangan impor baju bekas. BAM DPR meminta pemerintah mencari solusi bagi para pedagang thrifting.
Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) menerima audiensi pedagang thrifting terkait larangan impor baju bekas. BAM DPR meminta pemerintah mencari solusi bagi para pedagang thrifting. (Anggi Muliawati/detikcom)
Jakarta -

Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) menerima audiensi pedagang thrifting terkait larangan impor baju bekas. BAM DPR meminta pemerintah mencari solusi bagi para pedagang thrifting.

Audiensi digelar di ruang BAM DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/11/2025). Audiensi dipimpin oleh Ketua BAM DPR Ahmad Heryawan (Aher) dan Wakil Ketua BAM DPR Adian Napitupulu.

Mulanya, salah satu perwakilan pedagang thrifting, Rifai Silalahi, meminta solusi dari DPR terkait keberlangsungan usaha para pedagang thrifting di Indonesia. Dia berharap usaha thrifting dilegalkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang kami harapkan ini sebenarnya seperti di negara-negara maju lainnya, thrifting ini dilegalkan," kata Rifai.

Rivai mengaku siap untuk membayar pajak jika thrifting dilegalkan. Dia pun mengusulkan agar pemerintah menetapkan larangan terbatas (latas) terhadap produk barang bekas yang masuk ke Indonesia, jika tak mau melegalkan thrifting.

ADVERTISEMENT

"Karena produk-produk lain juga ada hal-hal yang serupa, artinya impornya diberikan kuota, dibatasi, tapi bukan dimatikan. Jadi solusinya yang kami harapkan adalah dilegalkan, atau setidak-tidaknya diberi kuota, artinya dengan barang larangan terbatas. Itu harapan tujuan utama dari thrifting," ujarnya.

Menanggapi itu, Adian meminta pemerintah mencari solusi terlebih dulu bagi para pedagang thrifting. Khususnya, terkait dengan persoalan lapangan pekerjaan.

"Secara garis besar tidak mungkin ada pedagang asongan, tidak mungkin ada pedagang yang menjual thrifting, ketika negara mampu melaksanakan amanat konstitusi, memberikan lapangan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, untuk seluruh rakyatnya," kata Adian.

Menurutnya, saat ini negara masih gagal dalam memberikan lapangan pekerjaan untuk masyarakat. Sebab itu, banyak pedagang-pedagang kaki lima yang bermunculan.

"Mereka lahir bukan karena permintaan mereka, mereka lahir karena negara gagal memberikan langkah-langkah konstitusional bagi rakyat," ujarnya.

"Menurut saya ini yang harus kita luruskan cara pikir kita bagaimana negara menyikapi ini untuk siapa dan bagaimana," sambung dia.

Adian mengatakan sebanyak 67 persen generasi Z menyukai thrifting yang didasari kesadaran lingkungan. Dia mengungkit perilaku ini terkait industri tekstil yang disebutnya menyumbang kurang lebih 20 persen pencemaran dan limbah di dunia.

"Kesadaran itu kemudian membuat 67 persen generasi milenial dan gen Z menyukai thrifting. Nah, negara kita harus kuasai data itu sebelum ambil keputusan," tuturnya.

Sementara itu, Aher meminta pemerintah memperkuat data terkait hubungan thrifting dan dampak UMKM. Dia mengatakan data itu menjadi penting untuk landasan kebijakan ke depannya.

"Data ini penting sebagai landasan kebijakan yang tepat dan menyeluruh, tidak hanya berdasarkan kejadian atau pengaduan sekilas," pungkasnya.

(amw/gbr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads