Firdaus Oiwobo Salah Sebut Nama Ketua MA Jadi Suhartoyo Saat Sidang di MK

Firdaus Oiwobo Salah Sebut Nama Ketua MA Jadi Suhartoyo Saat Sidang di MK

Mulia Budi - detikNews
Rabu, 19 Nov 2025 15:32 WIB
Pengacara Firdaus Oiwobo saat sidang di MK
Pengacara Firdaus Oiwobo (Dok. YouTube MK RI)
Jakarta -

Pengacara Firdaus Oiwobo mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang tentang Advokat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Firdaus salah menyebut nama Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto menjadi Suhartoyo saat menjelaskan gugatannya tersebut.

Firdaus Oiwobo hadir langsung dalam sidang pemeriksaan pendahuluan gugatan UU Advokat di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025). Mulanya, hakim konstitusi mempersilakan Firdaus menjelaskan isi gugatannya.

"Ada yang mau dijelaskan kepada majelis? Silakan," ujar hakim ketua MK Suhartoyo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Firdaus lalu menjelaskan gugatannya bahwa tidak diperbolehkan untuk bersidang atas perintah lisan Ketua MA Sunarto. Saat itulah Firdaus salah menyebut nama Sunarto menjadi Suhartoyo.

"Terima kasih, Yang Mulia. Jadi saya memang benar adanya pembekuan, namun hari ini saya bawa ke Mahkamah Konstitusi untuk diadakan judicial review bahwa pembekuan itu tidak sesuai dengan mekanisme yang berlaku di UU Nomor 18 Tahun 2003, Yang Mulia," kata Firdaus.

ADVERTISEMENT

"Dan hari ini saya sudah beberapa kali mengirimkan surat kepada Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi Provinsi Banten, dan jawaban mereka melalui humas Provinsi Banten menyatakan bahwa saya masih advokat, dan atas perintah lisan Ketua Mahkamah Agung Pak Profesor Suhartoyo saya tidak diperbolehkan untuk bersidang," lanjut Firdaus.

Hakim Ketua MK Suhartoyo lalu menimpali penjelasan Firdaus dan menanyakan nama Suhartoyo yang disebutnya sebagai Ketua MA. Diketahui, nama Ketua MA adalah Sunarto dan Ketua MK adalah Suhartoyo.

Firdaus kemudian meminta maaf karena salah penyebutan tersebut.

"Suhartoyo siapa?" timpal hakim ketua MK Suhartoyo.

"Eh, maaf, Pak Sunarto, maaf, maaf, Yang Mulia," ujar Firdaus.

"Tidak boleh?" timpal Suhartoyo.

"Ya, tidak boleh bersidang atas perintah lisan melalui humasnya. Makanya oleh karena itu, saya menjadi bingung sehingga saya ingin menguji pernyataan lisan dari Profesor," jawab Firdaus.

Sebagai informasi, Firdaus Oiwobo mengajukan gugatan ini karena merasa dirugikan oleh pembekuan sumpah advokatnya seusai peristiwa naik meja di ruang Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Dilihat dari situs MK, Rabu (12/11/2025), gugatan Firdaus Oiwobo itu terdaftar dengan nomor 217/PUU-XXIII/2025. Firdaus mengajukan gugatan terhadap Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Berikut ini petitumnya:

1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya

2. Menyatakan Pasal 7 ayat (3) UU 18/2003 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'organisasi advokat wajib memberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri secara adil, transparan dan proporsional kepada advokat yang diduga melanggar kode etik sebelum organisasi advokat menjatuhkan sanksi atau tindakan pemberhentian sementara atau tetap'.

3. Menyatakan pasal 8 ayat (2) UU 18/2003 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

a. Dalam hal penindakan berupa pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf c atau pemberhentian tetap sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan putusan penindakan tersebut kepada Mahkamah Agung untuk ditindaklanjuti

b. Dalam hal Mahkamah Agung telah menerima putusan penindakan dari Organisasi Advokat, Mahkamah Agung membekukan berita acara sumpah advokat terkait sesuai dengan keputusan etik Dewan Kehormatan Organisasi Advokat

c. Satu-satunya lembaga yang berwenang memeriksa, mengadili dan menjatuhkan sanksi kepada advokat adalah Dewan Kehormatan Organisasi Advokat

d. Segala bentuk pembekuan berita acara sumpah (BAS) advokat yang tidak didasarkan pada putusan penindakan etik Dewan Kehormatan Organisasi Advokat harus batal demi hukum

4. Menyatakan penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Banten nomor 52/KPT.W29/HM.1.1.1/II/2025 tidak mempunyai dasar kewenangan dan bertentangan dengan UUD 1945

5. Memerintahkan agar putusan terhadap perkara ini dimuat dalam berita negara.

Atau apabila majelis berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

(mib/lir)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads