Komisi III DPR Tegaskan Restorative Justice di KUHAP Tak Jadi Alat Pemerasan

Komisi III DPR Tegaskan Restorative Justice di KUHAP Tak Jadi Alat Pemerasan

Dwi Rahmawati - detikNews
Rabu, 19 Nov 2025 14:40 WIB
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Habiburokhman (tengah). (Dwi Rahmawati/detikcom)
Jakarta -

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman meluruskan isu yang beredar terkait KUHAP yang baru disahkan dalam paripurna DPR. Habiburokhman menegaskan aturan restorative justice (RJ) dalam KUHAP tak mungkin jadi alat pemerasan.

Habiburokhman mulanya menyinggung isu restorative justice di KUHAP baru yang berpotensi menciptakan kasus pemerasan di ruang penyelidikan. Habiburokhman lantas menjelaskan pasal terkait restorative justice (RJ) yang ada di KUHAP baru.

"Disebutkan nih, Pasal 74A dan 79, kesepakatan damai, RJ dapat dilakukan sejak tahap penyelidikan saat tindak pidana belum dipastikan keberadaannya. Koalisi mempertanyakan bagaimana bisa sudah ada pelaku dan korban jika tindak pidana belum ada," kata Habiburokhman membacakan isu yang beredar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, kabar tersebut tak benar adanya. Habiburokhman memastikan restorative justice di KUHAP baru tak mungkin jadi alat pemerasan.

ADVERTISEMENT

"Catatan mereka dalam hal ini, orang bisa diperas dan dipaksa damai dengan dalih restorative justice bahkan di ruang penyelidikan yang belum terbukti ada tindak pidana," kata Habib.

"Ini jelas klaim yang tidak benar karena mekanisme keadilan restorative dapat diterapkan sejak tahap penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan. Hal terkait keadilan restorative di tingkat penyelidikan dan seterusnya, Pasal 79A dan 8 dan Pasal 83 KUHAP juga telah diatur dalam berbagai ketentuan," tambahnya.

Habiburokhman mengatakan KUHAP baru justru memberikan batasan terkait mekanisme restorative justice. Habiburokhman menyertakan Pasal 81 dalam KUHAP yang disebut restorative justice mesti dilakukan tanpa paksaan, tekanan, intimidasi hingga kekerasan.

"Jadi restorative justice ini nggak mungkin menjadi alat untuk menekan karena harus dengan kesukarelaan tanpa paksaan, intimidasi, tekanan, tipu daya, ancaman kekerasan, kekerasan, penyiksaan dan tindakan yang merendahkan kemanusiaan. Jadi prasangka buruk itu benar-benar nggak bisa diterapkan karena restorative justice ini justru harus dengan kesukarelaan," sambungnya.

Habiburokhman menekankan anggapan restorative justice bisa menjadi ajang pemerasan tak benar adanya. Habiburokhman menegaskan kasus restorative justice harus ada penetapan di pengadilan.

"Jadi gimana mau jadi ajang pemerasan kalau memang tidak dimungkinkan adanya terjadi intimidasi. Seluruh pelaksanaannya diawasi dan dimintakan penetapan pengadilan. Jadi restorative justice itu pada akhirnya kalau sudah dilaksanakan harus ada penetapan pengadilan. Nah ini restorative justice, hal baru di KUHAP lama tidak diatur," imbuhnya.

Tonton juga video "Kata Puan Maharani Usai Sahkan RKUHAP Jadi Undang-undang"

Halaman 2 dari 2
(dwr/rfs)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads