Menag Bahas Persoalan Guru di Bawah Kemenag, Ungkit Beda Anggaran

Menag Bahas Persoalan Guru di Bawah Kemenag, Ungkit Beda Anggaran

Anggi Muliawati - detikNews
Rabu, 19 Nov 2025 13:52 WIB
Menteri Agama Prof KH Nasaruddin Umar menjawab pertanyaan dalam wawancara Jejak Pradana oleh detikcom.
Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar (Foto: dok. Program Jejak Pradana)
Jakarta -

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menguraikan sejumlah persoalan guru dan dosen yang ada di bawah Kemenag. Dia membandingkannya dengan nasib guru dan dosen di bawah instansi lain.

Nasaruddin awalnya mempersoalkan definisi guru dan dosen dalam undang-undang yang berlaku. Dia mengatakan dosen atau guru ditonjolkan sebagai pengajar saja, bukan sebagai pendidik.

"Bahasa Sanskerta Gu artinya kegelapan Ru artinya obor. Jadi guru adalah obor yang menerangi kegelapan. Seseorang baru bisa disebut guru kalau mampu menciptakan penerangan di dalam diri anak. Jadi bukan mendidik tapi bagaimana menyalahkan lilin lentera hati anak itu," ujar Nasaruddin dalam rapat bersama Baleg DPR membahas UU Guru dan Dosen di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengatakan UU yang ada saat ini tidak mengatur aspek spiritualitas dalam guru dan dosen. Dia berharap hal tersebut bisa diperbaiki agar pengajaran kepada anak-anak semakin mengakar.

ADVERTISEMENT

"Nah, inilah sebabnya bapak ibu, fakta menunjukkan semakin hari sekarang ini peminat madrasah mengalahkan sekolah umum. Banyak sekolah umum sekarang tergulung. Tapi madrasah bertambah jumlahnya," ujarnya.

Nasaruddin pun mencontohkan murid di madrasah seperti MAN Insan Cendekia juga berprestasi di bidang ilmu pengetahuan umum. Dia menegaskan Kemenag akan terus mengembangkan madrasah meski anggarannya minim.

"Nah jadi, anggarannya sangat minim. Tapi finalnya itu melampaui sekolah yang beranggaran sangat tinggi," ujarnya.

Nasaruddin kemudian berharap agar UU yang mengatur tentang guru dan dosen juga mengakomodir istilah-istilah atau nomenklatur di madrasah. Di antaranya, mudir, mudabir, hingga murabi.

"Di dalam nomenklatur kita juga hanya disebutkan guru dan dosen di dalam madrasah itu ada mudaris, ada murabi, ada mudabir, ada mudir, akhirnya kami usulkan di sini beberapa nama yang akan disampaikan oleh bapak itu agak elastik. Saya membuat definisi supaya yang masuk itu juga misalnya kita tambahkan dan nama-nama pendidikan lainnya," ujarnya.

Lebih lanjut, dia pun membahas nasib guru di madrasah. Terlebih, terkait persoalan status kepegawaian hingga pendapatan.

"Fakta menunjukkan bahwa madrasah itu kita punya data, bapak, jumlah guru dalam Bina Kementerian Agama, Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, itu 1.151.356, 95% itu adalah guru swasta, hanya 5% yang negeri. Kebalikannya, saudara kami sekian banyak gurunya itu 95% adalah negeri sedangkan swastanya hanya sekitar 5%," ujarnya.

"Bayangkan perbedaannya di seberang jalan itu ada sekolah tanahnya dibelikan negara, gurunya diangkatkan menjadi pegawai negeri, gajinya di sana itu Rp 4,5 juta. Di sini ada Rp 150 ribu per bulan dari Rp 300 ribu. Di sana itu bangunannya dibangun, di situ numpang di emper masjid. Perpusatakaannya nggak ada numpang di perpusatakannya, laboratoriumnya juga nggak ada," sambungnya.

Dia juga membandingkan anggaran digitalisasi pendidikan. Dia menyebut anggaran untuk Kemenag lebih rendah dibanding Kemendikdasmen.

"Yang paling memilukan misalnya kita lihat misalnya pembagian digitalisasi itu anggaran di tetangga kami, Dikdasmen itu digitalisasi itu diberikan anggaran Rp 10 triliun, kita hanya Rp 81 miliar untuk sekian sekolah," ujarnya.

Tonton juga video "Menag Ungkap Perceraian Menurun Berkat Program Bimbingan Perkawinan"

(amw/yld)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads