KPK memeriksa dua pejabat di Pemprov Riau, yakni Sekda dan Kabag Protokol, terkait dugaan kasus pemerasan dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid. KPK belum merinci hasil pemeriksaan tersebut.
"Penyidik juga meminta keterangan lebih lanjut dari Sekda dan Kabag Protokol," kata juru bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (11/11/2025).
Budi mengatakan KPK telah menggeledah kantor Abdul Wahid pada Senin (10/11). Dari penggeledahan itu, KPK menyita sejumlah dokumen anggaran Pemprov Riau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE), di antaranya yang terkait dengan dokumen anggaran Pemprov Riau," ujarnya.
Kasus ini berkaitan dengan dugaan permintaan fee oleh Abdul Wahid dari kenaikan anggaran di UPT yang ada di bawah Dinas PUPR Riau. Fee tersebut berasal dari penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP dari awalnya Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar.
KPK menduga Abdul Wahid mengancam bawahannya jika tak menyetor duit yang dikenal sebagai 'jatah preman' tersebut. Setidaknya, ada tiga kali setoran fee jatah pada Juni, Agustus, dan November 2025.
KPK menduga uang itu akan digunakan Abdul Wahid saat melakukan lawatan ke luar negeri. Selain Abdul Wahid, KPK juga menetapkan Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Abdul Wahid, dan Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau M Arief Setiawan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Para tersangka dalam kasus ini disangkakan Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal huruf f dan/atau Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Simak juga Video 'Kode di Balik Kasus Gubernur Riau: Jatah Preman hingga 7 Batang':
(mib/yld)










































