Minyak Langka, Warga Semper Pakai Kayu Bakar

Minyak Langka, Warga Semper Pakai Kayu Bakar

- detikNews
Rabu, 22 Agu 2007 08:45 WIB
Jakarta - Awal 2005 lalu, Aburizal Bakrie -- kala itu menjabat sebagai MenkPerekonomian--, sempat berseloroh soal penggunaan kayu bakar di tengah melambungnya harga minyak tanah dan gas. Ucapan itu kini jadi kenyataan.Sebagian warga Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara memilih kayu bakar sebagai pengganti minyak tanah dan gas. Awalnya hanya beberapa ibu rumah tangga saja yang menggunakan. Lama-kelamaan, warga yang menggunakan kayu bakar itu semakin banyak."Habis, minyak tanah sekarang sulit didapat. Harus ngantre. Kalau pun dapat, hanya beberapa liter. Pake elpiji boros, takut meledak," kata Kaisah (53), warga RT 1/5, Semper Barat, didepan tungkunya saat ditemui detikcom Selasa 21 Agustus.Kaisah mengaku sudah dua minggu ini menggunakan kayu bakar. Dia mendapatkan kayu bakar itu dari penjual dorongan. Satu ikat kayu ukuran besar dibeli seharga seharga Rp 25.000."Beli dari pedagang Pasar Semper. Lumayan buat seminggu baru habis. Kadang sampai sepuluh hari," tambah Kaisah.Kaisah tidak sendirian. Penggunaan kayu bakar juga dilakukan Saidah (34), warga RT 4 RW 5. Bahkan, menurut Saijo, api yang dihasilkan kayu bakar lebih panas dari pada kompor minyak tanah."Kalau untuk memasak air, cepat mendidihnya," cerita Saidah.Namun penggunaan kayu bakar bukan tanda kendala. Bila hujan datang, mereka mengaku agak kesulitan lantaran kayu menjadi basah dan susah dibakar. Jika sudah begitu, Saidah menuturkan, harus mencari kayu sisa bangunan material yang masih kering."Nyarinya ke orang yang lagi membangun rumah. Biasanya kayunya masih keras untuk dibakar," cetusnya.Berapa banyak warga yang mulai beralih ke kayu bakar, tidak ada data pasti. Namun, setidaknya di lingkungan tempat tinggal Kaisah dan Saidah, nyaris semua warga telah beralih ke bahan bakar murah itu."Kalau nggak hujan gini, beberapa tetangga memasak di lapangan terbuka. Ramai-ramai," ucap Saidah sambil membetulkan letak suluh kayu itu.Beralihnya warga ke kayu bakar membuat intervensi pemerintah dalam kewajiban konversi minyak tanah ke gas elpiji dipertanyakan.Sebab riak yang ditimbulkan tidak sedikit. Ribuan warga yang tersebar di Jabodetabek mengantre minyak yang distribusinya mulai dihentikan hingga menimbulkan kelangkaan di tingkat pengecer. Bahkan untuk memperoleh sekedar 2 liter minyak, warga dipaksa mengantre 2 sampai 3 jam.Masyarakat (miskin) tidak lagi punya pilihan. Kebebasan ekonomi telah diatur sedemikian rupa sehingga pilihan menjadi tidak penting lagi.Kondisi ini kontras dengan kebijakan neoliberal selama ini yang dipraktikan pemerintah dengan membebaskan pasar produsen dan konsumen untuk berkompetisi. Antara lain kebijakan privatisasi perusahaan negara hingga masuknya operator asing dalam bursa SPBU."Padahal, kalau boleh memilih, lebih enakan minyak tanah, lebih irit dan gampang," cetus Kaisah. (Ari/umi)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads