Badan Pengkajian MPR RI Bahas Tantangan & Strategi Perkuat Otonomi Daerah

Badan Pengkajian MPR RI Bahas Tantangan & Strategi Perkuat Otonomi Daerah

Hana Nushratu - detikNews
Jumat, 07 Nov 2025 08:52 WIB
Badan Pengkajian MPR RI Bahas Tantangan & Strategi Perkuat Otonomi Daerah
Foto: MPR
Jakarta -

Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI Dr Hindun Anisah mengatakan desentralisasi dan otonomi daerah merupakan instrumen penting dalam penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis dan efektif.

Melalui otonomi, setiap daerah diberi ruang untuk menggali potensi, berinovasi, dan melayani masyarakat secara lebih dekat, cepat, dan tepat.

"Namun, dalam praktiknya, pelaksanaan otonomi daerah masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari ketimpangan pembangunan antarwilayah, kapasitas tata kelola, hingga koordinasi antara pusat dan daerah," ungkap Hindun, dalam keterangannya, Jumat (7/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pernyataan itu disampaikan Hindun dalam Forum Group Discussion (FGD) Kelompok III Badan Pengkajian MPR RI dengan tema 'Desentralisasi, Otonomi Daerah, Pemerintahan Daerah dan Desa' di Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Kamis (6/11).

Kegiatan ini merupakan bagian dari agenda besar Badan Pengkajian MPR RI periode 2024-2029 yang memiliki fokus pada lima tema utama. Yaitu, Kedaulatan rakyat dalam perspektif demokrasi Pancasila; Kewenangan dan pola hubungan antar lembaga negara; Desentralisasi, otonomi daerah, pemerintahan daerah, dan desa; Sistem keuangan negara; serta Pertahanan keamanan negara.

ADVERTISEMENT

Pada kesempatan itu, Hindun juga menyoroti beberapa isu strategis yang perlu dikaji lebih dalam, antara lain relevansi pengaturan pemerintahan daerah dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dengan perkembangan zaman, lalu hubungan antara pusat dan daerah yang sering kali terjadi tarik-menarik kepentingan.

Kemudian, pengaturan mengenai desa yang belum disebutkan secara eksplisit dalam konstitusi, dualisme kelembagaan desa akibat tumpang tindih kewenangan antar kementerian, serta sistem pemilihan kepala daerah yang menimbulkan persoalan biaya politik tinggi dan polarisasi sosial.

"Melalui forum ini, kami berharap akan lahir rekomendasi yang konstruktif untuk memperkuat kebijakan desentralisasi, memperbaiki tata kelola pemerintahan daerah, dan meningkatkan pelayanan publik demi kesejahteraan masyarakat," jelas Hindun.

Menurut Hindun, diskusi ini merupakan salah satu hal penting dalam penyusunan kajian komprehensif MPR RI, yang nantinya dapat memberikan masukan terhadap arah kebijakan ketatanegaraan, termasuk kemungkinan adanya amandemen terbatas UUD NRI Tahun 1945 di masa mendatang.

Sementara, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (FH Undip), Prof Dr Fifiana Wisnaeni menegaskan pelaksanaan otonomi daerah harus tetap berpijak pada tiga prinsip dasar negara, yakni negara kesatuan, kedaulatan rakyat, dan negara hukum.

"Otonomi daerah yang luas harus dimaknai dalam kerangka NKRI. Penyelenggaraan pemerintahan di daerah tidak boleh bertentangan dengan kebijakan nasional," kata Fifiana.

Fifiana juga mengkritisi ketidakjelasan hubungan antara provinsi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dengan kabupaten/kota, yang menurutnya berpotensi menimbulkan gesekan kewenangan.

"Seharusnya ada kejelasan hubungan hirarki antara gubernur, bupati, dan wali kota. Karena bagaimanapun, gubernur berkedudukan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah," ujar Fifiana.

Lebih lanjut, Fifiana menilai dualisme kewenangan antara Kementerian Dalam Negeri RI (Kemendagri), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI (PDTT) sering menimbulkan kebingungan di tingkat desa.

Sebagai solusi, ia mengusulkan perubahan sistem Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) agar dikembalikan seperti masa Orde Baru, di mana DPRD mengusulkan calon dan Presiden menetapkan kepala daerah terpilih.

"Mekanisme ini lebih efisien dan tetap demokratis karena rakyat tetap diwakili melalui DPRD. Selain itu, biaya politik juga jauh lebih ringan," kata Fifiana.

Di kesempatan yang sama, Akademisi Fakutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNDIP Dr Dra Kushandayani menekankan pentingnya memaknai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak hanya sebagai bentuk negara, tetapi juga sebagai identitas kebangsaan yang menuntut komitmen kolektif dan tanggung jawab moral.

Kushandayani menyoroti tantangan implementasi otonomi daerah dan desa. Ia menekankan bahwa meskipun desa memiliki hak untuk mengelola pembangunan lokal, dalam praktiknya hubungan hierarkis dengan pemerintah kabupaten/kota sering menimbulkan intervensi dan ketimpangan kuasa.

"Bagaimana pemerintah memperlakukan desa sebagai struktur pemerintahan terkecil di bawah kabupaten, dan dalam arena politik nasional maupun daerah, desa seringkali dipandang sebagai lumbung suara," jelas Kushandayani.

Ia juga menekankan perlunya sinkronisasi antara peraturan pusat dan kebijakan daerah, termasuk pengelolaan pendidikan, bahasa, dan sastra, yang seringkali terhambat oleh sistem struktural kementerian yang bertabrakan dengan wilayah kerja daerah.

Sebagai informasi, diskusi ini turut dihadiri oleh sejumlah Anggota Badan Pengkajian MPR RI diantaranya Dr Ida Fauziyah dan Dr Maman Imanul Haq dari Fraksi PKB; Kamrussamad, PhD, dan Heri Gunawan, dari Fraksi Partai Gerindra; Dr I Wayan Sudirta dari Fraksi PDIP; Sigit Purnomo dari Fraksi PAN; dan Jialyka Maharani dari Kelompok DPD; serta Deputi Bidang Pengkajian dan Pemasyarakatan Konstitusi Hentoro Cahyono.

Diskusi ini juga menghadirkan sejumlah narasumber dari kalangan akademisi, antara lain Guru Besar FH UNDIP Prof Dr Lita Tyiesta Addy Listya W dan Prof Dr Fifiana Wisnaeni; dan Akademisi FISIP UNDIP Dr Dra Kushandayani.

Tonton juga Video: Menakar Kekuatan DPD dan Otonomi Daerah di Era Prabowo

(hnu/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads