Ahli Jelaskan Bahaya Video Anggota DPR Dinarasikan Joget karena Gaji Naik

Ahli Jelaskan Bahaya Video Anggota DPR Dinarasikan Joget karena Gaji Naik

Dwi Rahmawati - detikNews
Senin, 03 Nov 2025 14:28 WIB
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR menggelar sidang perdana terkait lima anggota DPR yang dinonaktifkan sejak Agustus lalu, Senin (3/11/2025).
Sidang MKD DPR. (Dok. YouTube DPR RI)
Jakarta -

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR menggelar sidang 5 anggota DPR nonaktif terkait demonstrasi Agustus 2025. Ahli media sosial, Ismail Fahmi, menjelaskan soal bahaya video anggota DPR joget yang dinarasikan karena kenaikan gaji.

Awalnya Ismail Fahmi ditanya MKD DPR soal kebenaran informasi hingga pendengung di media sosial dalam sidang di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/11/2025). Kemudian Wakil Ketua MKD DPR TB Hasanuddin bertanya pendapat Ismail Fahmi soal pihak yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, seperti mengubah narasi di medsos.

Fahmi menjelaskan bagaimana fenomena tersebut dilakukan, bukan dalam konteks melanggar aturan atau tidak, seperti UU ITE, karena bukan keahliannya. Ismail menjelaskan fenomena tersebut sebagai context collapse terkait anggota DPR joget saat Sidang Tahunan 2025 dinarasikan karena kenaikan gaji.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Contoh kayak tadi misalnya yang kita lihat, itu ada istilah yang namanya context collapse. Context collapse itu adalah kita, ada video yang benar, ya, tadi video yang terakhir sebetulnya sudah agak benar cuma narasinya agak beda," kata Fahmi.

ADVERTISEMENT

"Videonya lengkap, anggota Dewan karena memang lagi ada musik, ikut menghargai, ikut dancing. Itu sama seperti saya lihat tadi juga potongan ketika di depan Istana Negara ketika 17 Agustus, semuanya pada nyanyi, happy semuanya di situ. Nah, itu konteks aslinya," imbuhnya.

Fahmi menilai anggota DPR joget dinarasikan karena kenaikan gaji sebagai context collapse, suatu hal yang bukan sebenarnya namun dipadupadankan. Fahmi menilai hal tersebut saling menumpuk.

"Ketika itu disajikan dengan konteks yang lain, dengan narasi yang lain, 'Lihat, anggota Dewan joget-joget karena gajinya naik'. Nah, ini namanya ada dua konteks yang berbeda, satu gaji naik, satu lagi karena joget, ketika disambungkan itu collapse, saling numpuk," ucap Fahmi.

Dalam ilmu psikologi, kata Fahmi, narasi yang ditumpuk tersebut sangat sering terjadi. Jadi, Ismail menilai video yang ditumpuk dengan narasi tak sesuai konteksnya sebagai hal yang tak benar.

"Sangat sering terjadi di media sosial kita, orang memotong-motong itu, disambung-sambungin, dan jadilah itu bisa kita bilang itu namanya hoaks, bisa mengarah ke arah tertentu karena ada ada framing, ada narasi," ujarnya.

TB Hasanuddin menekankan kembali pendapat Fahmi soal context collapse. Fahmi menilai narasi yang ditumpuk dengan video yang tak sesuai sebagai hal yang berbahaya dan sudah ada hasil sebelumnya.

"Ya, pendapat saya ini sesuatu yang berbahaya, ya. Sesuatu yang berbahaya, sesuatu yang sejak zaman COVID kemarin juga terjadi dan itu berbahaya sekali. Banyak orang kemudian nggak mau divaksin karena apa? Ditumpuk itu," imbuhnya.

Penggiringan Opini

MKD DPR kemudian bertanya kepada Fahmi soal penggiringan opini saat demo Agustus, dianalisis menggunakan drone emprit. Fahmi mulanya menjelaskan arah demo sudah terlihat sejak 14 hingga 25 Agustus.

"Jadi yang kami analisis adalah apa yang terjadi sebelum 25 Agustus. Kami menemukan sejak tanggal 10 Agustus itu sudah ada narasi itu. Narasinya adalah akan ada demo. 10 Agustus. Demonya adalah demo buruh tanggal 25 sampe tanggal berapa. Dan isu berkembang terus, memang akan ada demo. Tapi saya perhatikan tanggal 14 mulai ada itu di TikTok," ujarnya

Berdasarkan analisis di X, Instagram, dan TikTok, muncul arah serangan kepada anggota DPR yang kemudian naik pesat. Dengan kata kunci 'Agustus demo', serangan tersebut semakin pesat hingga tanggal 25 Agustus dan seterusnya.

"Jadi saya lihat memang ada penggiringan opini dari awal yang sudah diciptakan, oleh akun siapa, ya tadi akun-akun anonim juga memang. Dan ini seperti memanfaatkan momen, ini yang harus kita perhatikan juga ke depan. Ketika ada sebuah isu, saya kira menjadi tanggung jawab kita juga ketika ada isu, itu kena dengan kita dan kita merasa nggak pas, kita harus segera klarifikasi," ujarnya.

Kemunculan penggiringan opini tersebut menurut Fahmi tidak segera diklarifikasi oleh DPR, lantas dianggap sebuah kebenaran. Karena viral terus menerus selama tidak ada klarifikasi, akhirnya dipercaya oleh publik.

"Pada saat kayak ada joget-joget kayak tadi, kita lihat saya juga heran ini kenapa kalau seandainya salah tidak ada klarifikasi cepat. Klarifikasi itu datang lama sekali. Baru dibilang bahwa ini bukan karena kenaikan tapi ada lagi, joget-joget itu. Lagu daerah. Ada penjelasan tapi nggak maksimal. Masih kalah dengan narasi yang dibuat bahwa jogetnya itu karena gaji naik. Itu yang selama berhari-hari yang nempel di masyarakat. Itu yang terjadi," imbuhnya.

MKD DPR diketahui menggelar sidang perdana 5 anggota DPR nonaktif di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/11). Kelima anggota DPR nonaktif itu adalah Adies Kadir, Nafa Urbach, Surya Utama, Eko Hendro Purnomo, dan Ahmad Sahroni.

Kelimanya diduga melakukan pelanggaran etik karena berjoget saat Sidang Tahunan DPR hingga komentar menyinggung keadilan publik sebagai anggota DPR, hingga berujung demo ricuh pada Agustus 2025.

Simak juga Video Pimpinan DPR Respons soal Viral Anggota Dewan Joget di Sidang Tahunan

Halaman 2 dari 2
(rfs/gbr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads