Ayutthaya - Bila ingin melihat sejarah Thailand, tengoklah kota tua Ayutthaya. Asal nama kota ini adalah Ayodhya, nama kerajaan yang dipimpin Sri Rama dalam cerita Ramayana.Dibanding Bangkok, mungkin nama Ayutthaya kurang kondang. Bagi yang menyukai peninggalan-peninggalan bersejarah, kota yang berjarak 75 km dari Bangkok wajib dikunjungi.Dari Bangkok, kota ini bisa dijangkau dengan berbagai cara. Bus ber-AC, taksi, atau kereta. Perjalanan hanya berkisar 1,5 hingga 2 jam saja.Jika di kota Bangkok saja sudah panas, di Ayutthaya udara akan lebih panas lagi. Baiknya gunakan pakaian yang menyerap keringat. Jangan lupa kacamata dan topi. Selain untuk berlindung dari sinar matahari, debu dan semilir angin yang lumayan kencang di Ayutthaya juga cukup mengganggu mata.Nah, di kerajaan 'Sri Rama' ini kita bisa melihat berbagai macam peninggalan sejarah. Mulai dari kuil Wat Pananchoeng Wirowan yang berusia 700 tahun, pagoda Suroyathai, Kuil Chaiwattanaram, dan Pudthai Swan. Masing-masing kuil itu memiliki sejarah tersendiri, mengiringi berkembangnya kota Ayutthaya."Kota ini merupakan tempat perpaduan berbagai agama Islam, Budha, dan kristen. Sejak dahulu semua hidup rukun di sini," kata pemandu wisata Gok saat menemani perjalanan wartawan
detikcom Indra Subagja di Ayutthaya, Thailand, Kamis (16/8/2007).Kuil Pananchoeng biasa dikunjungi Raja-raja Thailand pada hari besar keagamaan. Alkisah kuil ini dibangun sebagai persembahan Raja Thailand yang berkuasa saat itu, Pha Cai Sam Nam, kepada istrinya yang berasal dari negeri Cina."Kalau hari libur, Sabtu atau Minggu pengunjung yang datang bisa mencapai 5-6 ribu orang," cerita Gok pada rombongan.Sebagai bukti adanya toleransi beragama, di kota ini terdapat perkampungan orang muslim dan kristen. Dengan tempat ibadatnya masing-masing, mereka hidup berdampingan dengan akur."Islam datang ke sini sekitar 700 tahun yang lalu dibawa oleh Sam Po Kong (Ceng Ho)," pandu Gok yang membawa rombongan ke tempat melepas lelah sejenak.Rupanya rombongan diajak menengok perkampungan gajah. Di perkampungan gajah, banyak yang bisa dilakukan. Minum es kelapa sambil
ngadem, lumayan menyegarkan dan me-
recharge tenaga. Sambil duduk-duduk, kita bisa melihat wisatawan memberikan makan jagung muda kepada gajah-gajah tersebut. Tapi ya itu, kita harus membeli untuk mendapatkan jagungnya.Tidak semua gajah bisa diberi makan. Biasanya, pawang akan menunjukkan gajah mana saja yang bisa disuapin jagung muda tersebut. Sambil memberi makan, kita juga bisa mengelus-elus mereka. Nggak usah takut, mereka lumayan jinak kok.Bagi yang ingin duduk di atas punggu binatang berbelalai itu, bisa juga. Untuk satu orangnya, wisatawan ditarifi 300 Baht atau sekitar Rp 75 ribu. Ya lumayan, sambil melepas lelah di punggung gajah, kita juga bisa melihat-lihat kondisi di sekeliling kampung gajah.Menurut Gok, masih dalam ceritanya, dahulu perkampungan gajah itu dipakai raja-raja untuk tempat pelatihan gajah sebelum dibawa ke medan perang. Tapi kini tidak lagi. Sudah berubah fungsi menjadi tempat bersenang-senang wisatawan yang berkunjung ke kota tersebut.Jika di lihat lebih jeli lagi, gedung-gedung atau rumah di kota yang terletak di delta sungai Chao Phraya tidak ada yang lebih dari 8 meter tingginya. Rupanya, pemerintah mengeluarkan aturan tersebut. "Tidak boleh lebih dari 8 meter, karena itu akan menggangu keindahan," jelas Gok.Kota Ayutthaya memang sarat dengan warisan sejarah Thailand. Tak heran bila berbagai bangunan sejarah kuil-kuil yang ada di kota ini telah dimasukkan oleh Unesco kedalam
World Heritage (warisan dunia).Ada pun kota Ayutthaya ini setelah mengalami kekalahan dari penguasa Burma pada tahun 1767, terus mengalami kemunduran. Hingga kemudian muncul seorang pemimpin yang bernama Phraya Thaksin yang memindahkan pusat kerajaan ke Bangkok.
(ndr/ana)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini