Salah satu mahasiswa IPB University yang menjadi anggota Tim Ekspedisi Patriot (TEP), Anggit Bima Wicaksana, meninggal dunia karena mengalami kecelakaan lalu lintas di Tomage, Kabupaten Fakfak, Papua Barat.
Menteri Transmigrasi (Mentrans), Iftitah Sulaiman mengatakan almarhum bukan sekadar mahasiswa dan bukan sekadar peserta program. Ia adalah patriot muda Indonesia.
"Ia memilih jalan pengabdian, jalan yang tidak mudah, tetapi mulia. Ia datang ke ujung timur negeri bukan untuk mencari kemudahan, melainkan untuk memberi arti bagi semua," ujar Iftitah dalam keterangannya, Kamis (23/10/2025).
Hal itu diungkapkan Iftitah saat menggelar upacara penghormatan kedinasan dilakukan dalam pemakaman almarhum Anggit Bima Wicaksana, di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Rabu (22/10).
Upacara ini diselenggarakan Kementerian Transmigrasi (Kementrans) yang dipimpin langsung oleh untuk menghormati jasa dan pengorbanan almarhum yang gugur dalam melaksanakan tugas.
"Seorang patriot yang gugur dalam pengabdian. Tidak ada pengorbanan yang lebih tinggi daripada menyerahkan jiwa dan raga dan Bimo telah melakukannya. Saya masih ingat pesan terakhirnya kepada sang ayah, 'Bapak, saya ingin mengamalkan ilmu saya untuk rakyat Papua, untuk Tanah Papua'," sambungnya.
Diketahui, almarhum Bimo (sapaannya) merupakan Koordinator TEP dari IPB yang ditempatkan di kawasan transmigrasi Bomberay, Fakfak, Papua Barat. Semasa hidupnya almarhum aktif sebagai Ketua Angkatan Ilmu Tanah 58, Badan Pengawas HMIT, Koordinator Lapangan Fakultas Pertanian, dan Asisten Praktikum Praksis Survei, Pemetaan, dan Evaluasi Lahan.
"Ia bisa saja memilih jalan hidup yang mudah, karena anak secerdas dia punya banyak pilihan. Namun, ia memilih jalan yang sulit, jalan yang mulia, membangun Indonesia dari garis depan NKRI bersama rakyat di wilayah yang paling membutuhkan kehadiran negara," kata Iftitah.
Iftitah bersama tim Kementrans memimpin langsung evakuasi pemulangan jenazah almarhum Bimo dari kawasan transmigrasi hingga ke rumah duka di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Banten. Saat menjemput almarhum di Fakfak, Iftitah menerima banyak testimoni dari peserta TEP lain hingga para pejabat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Mereka kompak menceritakan berbagai jasa almarhum yang dikenal sebagai pemimpin sejati, sosok berpengaruh yang rendah hati, dan selalu mendahulukan kepentingan orang lain. Bahkan, almarhum banyak mengajak rekan-rekannya untuk ikut menjadi peserta TEP.
"Itulah makna sejati dari kata patriot yang tidak menunggu panggilan, tetapi datang lebih dulu untuk berbuat," ungkap Iftitah.
Atas dedikasi tersebut, Kementrans secara khusus memohon kepada negara agar almarhum Bimo dimakamkan di tempat terhormat yang tidak jauh dari rumah kedua orang tuanya, di TPU Tanah Kusir, tepatnya di Blok Pejuang.
Ifitah mengungkapkan hari ini sejarah seperti berputar dengan cara yang menyentuh. Seorang patriot muda yang mengabdi di tanah transmigrasi kini beristirahat di samping pendiri gagasan besar yang ia perjuangkan.
"Ini bukan kebetulan, karena di tempat ini juga dimakamkan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, Bapak Mohammad Hatta, sosok yang menggagas transmigrasi sebagai gerakan besar membangun keadilan dan industrialisasi di luar Pulau Jawa," tutur Iftitah.
Pamit Mengamalkan Ilmu di Tanah Papua
Dalam kesempatan yang sama, Ayahanda almarhum Bimo, Ngatno Prawiro Parjan tak kuasa menahan tangis saat memberikan sambutan mewakili keluarga. Sebelum berangkat mengabdi di Bomberay, Fakfak, almarhum Bimo menyampaikan keinginannya untuk mengamalkan ilmu yang dimilikinya di Tanah Papua.
Ngatno mengatakan Bimo menimba ilmu yang sebelumnya dirinya tidak pernah tahu. Pesan terakhirnya kepada dirinya adalah ingin mengamalkan ilmunya di Papua untuk teman-temannya di sana.
"Itu yang selalu terngiang di kepala saya, di ingatan saya. Tapi itulah semangatnya. Saya, sebagai orang tua, menyerahkan seluruh keputusan kepadanya. Dan hari ini, dia telah berhasil menuntaskan tugasnya, tugas negaranya, tugas usianya, dan tugas dari Rabb-nya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menerimanya," ungkap Ngatno sambil terisak.
Lebih lanjut, ia menuturkan pihaknya menyampaikan terima kasih kepada Presiden Prabowo, kepada Menteri Transmigrasi dan jajarannya, dan kepada IPB yang telah menjadi rumah kedua bagi anaknya, Anggit Bima Wicaksana. Pihaknya memohon maaf dan berterima kasih jika ada kesalahan dari anaknya.
"Terutama kami sangat berterima kasih kepada pemerintah yang telah memberikan penghargaan luar biasa bagi anak kami yang hidup sederhana, bahkan lebih sederhana dari yang saya bayangkan. Terima kasih, saya tidak punya kata-kata lagi. Mohon maaf dan mohon dimaafkan," sambungnya.
Simak juga Video 'Mentrans Kirim 2.000 Peneliti Kembangkan Kawasan Transmigrasi':
(prf/ega)