Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya pengendalian inflasi dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional. Dalam sidang kabinet, ia mengapresiasi kinerja Kabinet Merah Putih dalam mengendalikan inflasi di angka sekitar 2 persen. Capaian ini menjadi salah satu terendah di antara negara G20.
"Kita mampu menjaga inflasi di sekitar 2 persen salah satu terendah di G20. Ini juga berkat kerja keras kita semua, kita punya teknik-teknik memantau dan mengendalikan," ujar Prabowo dalam keterangannya, Selasa (21/10/2025).
Prabowo menegaskan teknik pengendalian inflasi yang diterapkan Pemerintah Indonesia saat ini merupakan rintisan dari presiden terdahulu, yakni Joko Widodo. Ia menilai pengalaman Jokowi yang pernah menjabat sebagai kepala daerah membuatnya teliti menemukan cara memantau dan mengendalikan inflasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait hal ini, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan sejak awal masa kabinet Prabowo-Gibran, dirinya mendapat mandat langsung dari Presiden untuk memastikan inflasi di daerah tetap terkendali. Adapun tugas tersebut merupakan kelanjutan dari perannya sejak 2022, ketika angka inflasi nasional masih di atas 5 persen.
"Salah satu tugas khusus yang diberikan kepada saya adalah mengendalikan inflasi di daerah. Saya diberi amanat menjadi Koordinator Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) sejak September 2022, ketika inflasi mencapai 5,95 persen," kata Tito.
Tito menjelaskan mandat itu terus berlanjut di bawah pemerintahan Prabowo. Ia menegaskan Kementerian Dalam Negeri kini tidak hanya berfungsi sebagai pembina administrasi daerah, tetapi juga penggerak utama koordinasi kebijakan ekonomi di tingkat lokal.
"Presiden menekankan agar pengendalian harga tidak hanya ditangani dari pusat, tapi dimonitor langsung sampai ke daerah. Karena itu, saya meminta BPS membantu membaca inflasi di tingkat kabupaten/kota secara rutin setiap minggu," tegasnya.
Tito mengungkapkan langkah tersebut membuat pemerintah memiliki peta harga yang lebih detail dan dinamis. Pasalnya setiap pekan, tim dari BPS turun langsung ke pasar-pasar untuk memantau harga bahan pokok, sementara data tersebut dilaporkan ke Kemendagri untuk ditindaklanjuti.
"Dulu data inflasi hanya keluar sebulan sekali, sekarang kita pantau setiap minggu. Hasilnya lebih cepat, dan kalau ada daerah dengan inflasi tinggi, kita bisa langsung melakukan intervensi," jelasnya.
Tito mengatakan pihaknya juga berkoordinasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kantor Staf Presiden (KSP) agar setiap kebijakan intervensi di daerah berbasis data. Melalui rapat mingguan, pemerintah dapat segera mengetahui wilayah mana yang menghadapi tekanan harga paling tinggi dan apa penyebabnya.
"Setiap Senin kami rapat dengan BPS dan KSP. Dari data itu, kami tahu daerah mana yang inflasinya tinggi, komoditas apa penyumbangnya, dan apa langkah korektifnya. Biasanya kami dorong operasi pasar, distribusi barang, atau kerja sama antardaerah," paparnya.
Tito juga menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam mendukung stabilitas harga. Ia pun meminta agar kepala daerah tidak hanya reaktif terhadap kenaikan harga, tetapi juga menyiapkan kebijakan fiskal yang lebih strategis dan berorientasi pada ketahanan pangan.
"Pemerintah daerah harus proaktif. Misalnya, mempercepat realisasi belanja produktif di sektor pangan dan logistik, memperkuat rantai pasok, dan memanfaatkan APBD untuk subsidi transportasi komoditas strategis. Semua langkah itu penting agar harga tetap stabil," papar Tito.
Sementara itu, Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Wisnu Setiadi Nugroho menilai peran Kemendagri kini menjadi strategis dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional. Ia menyebut reposisi peran Kemendagri sebagai koordinator pengendalian inflasi daerah merupakan langkah krusial dalam sistem fiskal Indonesia.
"Selama ini, inflasi sering dianggap urusan moneter atau fiskal pusat, padahal sebagian besar penyebab inflasi bersifat nonmoneter - seperti rantai pasok dan struktur belanja daerah," ujar Wisnu.
Menurutnya, pergeseran peran Kemendagri dari birokrasi administratif menjadi pengarah kebijakan fiskal daerah juga menandai perubahan penting dalam tata kelola ekonomi nasional. Menurutnya, pendekatan ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk memperkuat koordinasi pusat dan daerah dalam menghadapi tantangan global.
Simak juga Video 'Purbaya Ungkap Rahasia Soeharto Bertahan 32 Tahun: Harga Stabil':
(anl/ega)