Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenbud) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Persiapan Pembuatan Film Seri Kepahlawanan Indonesia, yang berlangsung di Hotel Fairmont, Jakarta.
FGD ini mempertemukan para sejarawan, sineas, akademisi, dan pemangku kepentingan kebudayaan untuk menyatukan pandangan tentang pembabakan dan narasi film kepahlawanan yang seimbang antara keakuratan sejarah dan kekuatan dramatik sinema. Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon menyampaikan bahwa dalam narasi tersebut harus ada tonggak-tonggak yang memang tidak boleh terlewati.
Ia kemudian menyampaikan harapan agar peristiwa Proklamasi dapat menjadi tonggak penting dalam pembuatan film tersebut. Berikutnya bisa menyampaikan rentetan peristiwa penting lainnya seperti Rapat Umum Ikada, Peristiwa Rawa Gede, Perjanjian Renville, yang menurut Fadli Zon bisa ditampilkan dengan alur maju mundur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut saya, itu adalah tonggak-tonggak besar yang sangat penting. Tapi tentu di antara itu banyak juga peristiwa yang signifikan di berbagai daerah, seperti pertempuran Surabaya, Medan Area, Ambarawa, Bandung Lautan Api, dan sebagainya. Semua itu punya nilai heroik yang luar biasa. Tentu saja tidak mungkin semua peristiwa itu kita tampilkan secara utuh dalam satu film, tetapi kita bisa memilih satu garis besar yang menjadi backbone cerita," kata Fadli Zon dalam keterangannya, Rabu (15/10/2025).
Adapun kegiatan ini menjadi langkah awal pemerintah dalam mempersiapkan produksi film seri bertema kepahlawanan nasional yang diharapkan dapat menjadi sarana pewarisan nilai-nilai perjuangan dan penguatan karakter bangsa, terutama bagi generasi muda.
Selain itu, Fadli Zon turut menyampaikan harapannya agar film sejarah itu bukan hanya untuk hiburan, tapi juga sarana pendidikan kebangsaan, terutama bagi generasi muda. Menurutnya generasi muda juga perlu mengetahui perjuangan kita yang tidak kalah menarik.
Bahkan sangat kompleks karena diwarnai diplomasi, perlawanan, dan semangat persatuan. Fadli Zon berharap agar generasi muda tidak hanya mengetahui apa yang diceritakan tentang Perang Dunia II dan sebagainya.
"Film ini bisa menjadi sangat kaya kalau digarap dengan riset yang mendalam dan pendekatan yang kuat secara sejarah maupun sinematografi. Kalau perlu, film ini bisa berseri, karena kalau hanya satu film berdurasi dua jam, saya kira tidak akan cukup untuk menggambarkan seluruh kompleksitas periode 1945-1950 tersebut," ujar Fadli Zon.
Sejarawan, Batara Hutagalung, menyambut pernyataan Fadli Zon, mengutarakan agar kisah-kisah heroik yang diangkat memiliki sisi-sisi humanis. Menurutnya ini merupakan hal penting, karena kalau sekarang kita ingin memasukkan tema-tema kesejarahan ke dalam film, membutuhkan suatu pendekatan yang berbeda dengan menulisnya dari buku.
"Kita membutuhkan masukan yang lebih banyak dari para sejarawan yang lebih ahli dalam hal ini untuk bisa disampaikan dan diinterpretasi oleh para sineas," ungkap Batara.
Melalui diskusi terarah ini, peserta diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi konseptual mengenai pembabakan dan narasi dalam pembuatan film seri kepahlawanan Indonesia, mengkolaborasikan pandangan antara sejarawan dan sineas mengenai keseimbangan antara keakuratan sejarah dan kekuatan dramatik, dan tersusunnya poin-poin kebijakan dan langkah tindak lanjut untuk pengembangan produksi film kepahlawanan nasional.
Lebih lanjut, Kemenbud berharap lahir kolaborasi strategis antara pemerintah, dunia akademik, dan insan perfilman dalam mewujudkan film seri kepahlawanan Indonesia yang berkelas, inspiratif, dan memperkuat nilai kebangsaan. Rekomendasi hasil FGD ini akan menjadi dasar laporan resmi kepada Presiden, dan mendorong dukungan negara dalam pembiayaan karya film yang mengangkat sejarah dan semangat perjuangan bangsa.
Sebagai informasi, pada diskusi yang dimoderatori oleh Anto Dwiastoro ini turut dihadiri oleh jajaran Kemenbud, antara lain Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Ahmad Mahendra; Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Industri Kebudayaan, Anindita Kusuma Listya; Direktur Film, Musik, dan Seni, Syaifullah. Mewakili kalangan sejarawan, turut hadir antara lain Prof Dr. Endang Susilowati, β M. Yuanda Zara, dan Julianto Ibrahim. Sedangkan dari pihak sineas turut hadir, yakni Rahabi Mandra dan Robby Ertanto melalui daring.
Tonton juga video "Menbud soal Royalti Musik: Semua Pihak Harus Dapat Win-win Solution" di sini:
(prf/ega)