Anggota DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan fenomena obesitas regulasi, tumpang tindih peraturan dan lemahnya koordinasi antar instansi telah menyebabkan hukum kehilangan arah dan kebijakan publik berjalan tersendat. Menurutnya, persoalan ini bukan sekadar administratif, melainkan sudah menyentuh jantung politik hukum nasional dan berdampak langsung terhadap arah kebijakan publik negara.
"Politik hukum kita terlihat tidak konsisten. Setiap lembaga berlomba-lomba membuat aturan, seolah regulasi baru selalu menjadi solusi. Padahal, semakin banyak aturan tanpa arah justru membuat negara kelebihan beban hukum dan kehilangan daya kendali terhadap kebijakan publik," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Sabtu (11/10/2025).
Hal tersebut ia sampaikan saat mengajar mata kuliah 'Politik Hukum dan Kebijakan Publik', Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur di Kampus Universitas Borobudur Jakarta, Sabtu (11/10).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua MPR RI ke-15 ini menegaskan, fenomena tersebut menunjukkan lemahnya desain politik hukum Indonesia yang belum memiliki satu arah panduan yang tegas. Politik hukum seharusnya menjadi panduan bagi seluruh proses pembentukan peraturan, agar hukum nasional berjalan linier dengan tujuan pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
Namun dalam praktiknya, hukum sering kali menjadi cerminan tarik-menarik kepentingan sektoral, bukan instrumen kebijakan publik yang rasional. Data dari Kementerian Hukum mencatat hingga tahun 2024 terdapat lebih dari 42.000 peraturan tingkat pusat dan sekitar 480.000 peraturan daerah.
Sebagian besar dibuat tanpa koordinasi antar lembaga dan tanpa evaluasi atas dampak kebijakannya. Banyak aturan saling tumpang tindih, bahkan bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat.
"Dalam politik hukum yang sehat, regulasi dibuat untuk memberi arah dan kepastian. Tapi dalam praktik kita, regulasi justru sering menimbulkan kebingungan. Setiap kebijakan publik menjadi lambat karena harus menunggu penyesuaian antar aturan. Akibatnya, birokrasi menjadi ragu melangkah dan investor kehilangan kepercayaan," kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini mencontohkan sektor investasi dan lingkungan hidup, sebagai area yang paling rentan akibat tumpang tindih regulasi. Di satu sisi, pemerintah mendorong kemudahan berusaha melalui Undang-Undang Cipta Kerja. Namun di sisi lain, muncul ratusan peraturan turunan di tingkat kementerian dan pemerintah daerah yang belum sepenuhnya selaras.
Akar persoalan ini berawal dari cara pandang politik hukum yang masih fragmentaris. Proses legislasi seringkali dipahami sebagai proses politik jangka pendek, bukan bagian dari perencanaan hukum jangka panjang. Setiap rezim pemerintahan membawa agenda dan prioritas sendiri, sementara kesinambungan hukum sebagai sistem sering terabaikan.
"Dalam kerangka kebijakan publik, hukum seharusnya menjadi instrumen, bukan tujuan. Jika politik hukum disusun berdasarkan kepentingan jangka pendek, maka kebijakan publik akan tersendat di tengah jalan. Karena itu, penataan regulasi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan konstitusional," jelas Bamsoet.
Ketua DPR RI ke-20 ini mendorong agar reformasi hukum, diarahkan pada penyederhanaan struktur regulasi nasional melalui proses inventarisasi dan harmonisasi menyeluruh. Pemerintah, DPR, dan lembaga yudikatif perlu membangun mekanisme regulatory review secara berkala untuk memastikan setiap produk hukum tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat dan kebijakan pembangunan nasional.
Selain itu, perlu dibentuk lembaga koordinatif khusus di bawah presiden yang bertugas mengawasi arah politik hukum nasional serta melakukan harmonisasi antar peraturan di semua level. Lembaga ini juga diharapkan berfungsi sebagai pusat kendali kebijakan publik agar tidak terjadi kontradiksi antar instansi.
"Kalau hukum kehilangan arah, kebijakan publik akan kehilangan kecepatan. Itulah sebabnya, penyederhanaan regulasi menjadi agenda strategis politik hukum nasional. Hukum tidak boleh menjadi penghambat pembangunan. Ia harus menjadi motor yang mendorong perubahan dan kesejahteraan," pungkas Bamsoet.
Melihat Kembali detikSore on Location Indonesia Langgas Berenergi:
(anl/ega)